Tuesday 8 March 2011

Bab 3 - Membandingkan Islam dengan Kristen

Bab 3

MEMBANDINGKAN ISLAM DENGAN KRISTEN

Walaupun Islam dan kekristenan memiliki beberapa poin doktrin yang sama, seperti keyakinan kepada Tuhan Yang Esa, kitab suci yang diwahyukan dan Hari Penghakiman, ada banyak perbedaan diantara keduanya dalam hal-hal yang sangat penting, seperti pengertian akan natur Tuhan, Kristus dan keselamatan. Demikian pula dalam banyak hal yang mempengaruhi hidup sehari-hari, tingkah-laku dan cara memandang dunia. Sementara keduanya mempunyai beberapa keyakinan yang sama, pokok-pokok keyakinan yang paling penting dalam pemahaman mereka sangatlah berbeda.

Dr. R. Alber Mohler, Jr., Presiden Southern Baptist Theological Seminary, menekankan hal ini dalam tulisan-tulisannya untuk website Newsweek/ Washington Post, yang berjudul “On Faith”, dimana ia menjadi panelis.

“Kita dapat menemukan hal-hal yang sama mengenai beberapa isu, namun cara Muslim memandang dunia dan cara Kristen memandang dunia sangatlah berbeda. Orang harus menyadari ketidaksamaan yang mendasar dari Kristen dan Islam”.[1]

Jika orang-orang Kristen berencana untuk bekerjasama dengan orang Muslim, penting sekali mereka menyadari adanya perbedaan-perbedaan teologis yang mendalam antara dua agama ini, dan hendaknya mereka tidak bersikap seolah-olah itu bukan hal yang penting atau mengklaim bahwa perbedaan-perbedaan itu tidak ada. Mereka harus menyadari bahwa Islam menantang inti keyakinan gereja. Tantangan ekstra diberikan melalui kenyataan bahwa orang Muslim menggunakan terminologi yang sama dengan yang digunakan orang Kristen namun mempunyai makna yang berbeda. Jadi orang Kristen mewaspadai kata-kata seperti “Tuhan”, “iman”, “surga”, “kitab suci”, “anugerah”; kata-kata tersebut tidak mempunyai makna yang sama dalam Islam sebagaimana yang dimengerti dalam kekristenan.

Perbedaan yang jelas antara Kristen dan Islam terletak pada isu-isu mengenai tulisan-tulisan suci dan pribadi para pendirinya. Orang-orang Kristen sering terpisah dari pengajaran Kristus dalam sejarah mereka yang panjang dan menunjukkan kekejaman terhadap orang Yahudi, Muslim dan penganut bidat. Namun demikian, jika kembali kepada kitab suci mereka, mereka harus berhadapan dengan pribadi Kristus dan Injil kasih dan pengampunan yang diajarkan-Nya, juga kematian-Nya sebagai penebusan dan teladan tinggi kerendahan hati, pelayanan, penderitaan dan anti kekerasan.

Ketika orang Muslim kembali kepada sumber-sumber orisinal mereka, mereka akan mendapatkan hal yang sangat berbeda. Ayat-ayat yang muncul belakangan dalam Qur’an, yang diwahyukan kepada Muhammad di Medina, mengandung banyak hal yang bersifat tidak toleran. Berdasarkan doktrin pembatalan yang paling banyak dianut, apabila Qur’an bertentangan dengan dirinya sendiri, maka ayat-ayat yang muncul kemudian akan membatalkan ayat-ayat terdahulu. Jadi ayat-ayat Medina membatalkan ayat-ayat yang lebih bersifat damai yang berasal dari hari-hari Muhammad tinggal di Mekkah. Orang Muslim juga menemukan Muhammad, yang perkataan dan tindakannya dicatat dalam hadith, memberikan banyak teladan agresi, jahat, bahkan yang dalam terminologi modern disebut pembunuhan, penyiksaan dan genosida. Ada orang-orang Muslim yang akan berargumen bahwa tindakan-tindakan ini hanyalah untuk konteks tertentu saja, namun faktanya tetaplah bahwa hal itu terjadi. Menjadikan Muhammad sebagai teladan agung dalam setiap aspek perkataan dan perbuatannya, akan mengubah kejahatan-kejahatannya menjadi kebajikan. Ini adalah penyebab utama kontradiksi-kontradiksi yang prevalen dalam masyarakat islami dan sejarah Islam, terutama mengenai isu-isu yang berkaitan dengan jihad, perlakuan terhadap wanita, dan penghinaan yang ditunjukkan kepada non Muslim.

Dalam membuat perbandingan ini harus ditambahkan bahwa perbedaan vital lainnya adalah pentingnya hubungan antara pendiri agama dengan kitab suci. Iman Kristen terutama adalah hubungan dengan satu Pribadi, namun Islam berfokus pada otoritas sebuah kitab.

Tuhan, Bapa dalam Trinitas yang penuh kasih

Yang menjadi pertanyaan penting bukanlah apakah orang Muslim dan orang Kristen percaya kepada “Tuhan yang sama”, tetapi apakah mereka memahami seperti apa karakter-Nya. Orang Kristen memahami sifat Tuhan dengan memandang kepada wajah Kristus yang menyatakan Tuhan kepada umat manusia. Mereka meyakini atribut utama Tuhan adalah kasih dan mereka memanggil-Nya Bapa. Orang Kristen juga percaya pada Tuhan yang meresponi pertobatan dan iman manusia.

Sementara orang Kristen percaya bahwa Tuhan itu transenden dan imanen, Islam sangat menekankan transendensi Allah. Ia sangat “asing” sehingga Ia tidak dapat digambarkan dengan persis dalam bahasa manusia, dan juga Ia tidak dapat mengalami pengalaman-pengalaman manusia, sehingga Ia tidak dapat menderita. Hubungan pribadi seorang individu dengan Allah digambarkan sebagai hubungan antara hamba dengan tuannya. Pengajaran Islam mengenai predestinasi melahirkan pasifitas dan fatalisme, karena tidak seorangpun yang dapat mengubah apa yang telah ditetapkan Allah.

Orang Kristen percaya bahwa Yesus adalah Putera Tuhan bukan dalam pengertian biologis, namun dalam pengertian bahwa Ia memiliki sifat-sifat dan atribut-atribut dari Bapa yang kekal. Trinitas, walaupun adalah suatu misteri ilahi, jelas disaksikan dalam Alkitab dan adalah dasar bagi hubungan pribadi kita dengan Tuhan. Orang Muslim menyangkali Trinitas, yang mereka pahami sebagai hubungan seksual antara Tuhan dengan Maria yang kemudian melahirkan Yesus. Mereka menyatakan bahwa tidak mungkin Tuhan mempunyai putera, dan mereka memandang Trinitas sebagai penghujatan, sebuah keyakinan pagan yang percaya kepada 3 Tuhan.

Yesus Kristus

Orang Kristen memandang Kristus sebagai peribadi kedua dalam Ketuhanan, Tuhan yang harus dipuji dan disembah. Inkarnasi Kristus dan kematian substitusioner di salib adalah rencana penebusan Tuhan dari sejak kekekalan, mewujudkan tawaran keselamatan cuma-cuma dari Tuhan kepada semua orang yang percaya.

Orang Muslim sering mengklaim bahwa mereka menghormati Yesus, namun yang mereka maksudkan hanyalah bahwa mereka menganggap-Nya sebagai nabi saja. Mereka sangat menolak keilahian-Nya[2] dan status-Nya sebagai Putera Tuhan[3], yakin bahwa Ia hanyalah manusia biasa. Referensi mengenai hal ini terdapat dalam separuh pertama pengakuan iman islami yang menyatakan: “Tidak ada Tuhan selain Allah...”. Walaupun Islam menghormati Yesus sebagai nabi[4] yang tidak berdosa[5] dan pembuat mujizat[6], senantiasa akan diingat bahwa tempat-Nya di surga hanyalah di tingkat kedua dari tujuh tingkat (langit) di surga. Islam menerima kelahiran oleh perawan[7] dan kedatangan Kristus yang kedua (sebagai seorang Muslim)[8], namun menyangkali penyaliban[9] Kristus dan dengan demikian juga menyangkali pengorbanan-Nya demi penebusan, dan kebangkitan, mengklaim bahwa ada orang lain yang disalibkan menggantikan tempat-Nya. Dengan demikian Islam menyangkali inti dan batu penjuru iman Kristen. Yesus bukanlah Tuhan dan bukan pula Juruselamat dalam Islam.

Orang Kristen percaya bahwa Kristus adalah wahyu final Tuhan kepada umat manusia, tetapi orang Muslim percaya bahwa wahyu final yang datang kemudian ditambahkan ketika berita Qur’an diberikan kepada Muhammad. Inilah pemikiran yang ada dibalik paruhan kedua dari pengakuan Islam yang berbunyi: “...dan Muhammad adalah rasul Allah”. Pengakuan iman Islam pada kenyataannya bertujuan untuk menyangkali kekristenan terutama finalitas Kristus, dan mengemukakan supremasi Islam.

Umat manusia dan kejatuhan dalam dosa

Orang Kristen percaya pada keberdosaan manusia yang diwariskan, yang membuat manusia tidak mampu menebus dirinya sendiri. Mereka bergantung pada kemurahan dan anugerah Tuhan dalam Kristus. Melalui karya Roh Kudus, hidup dan karakter manusia diubahkan, yang kemudian berdampak pada komunitas dan masyarakat. Orang Muslim menyangkali keberdosaan manusia berkaitan dengan kejatuhan dalam dosa, memandang natur manusia pada dasarnya adalah baik, walaupun lemah. Dengan demikian tidak ada dosa mula-mula dan tidak perlu ada intervensi Tuhan dalam penebusan. Kebanyakan orang Muslim mempercayai kesempurnaan manusia jika manusia diberikan lingkungan yang tepat (yaitu di bawah Syariah), menjadikan keseimbangan dalam politik dan sosial sebagai hal yang tidak diperlukan.

Orang kristen memandang semua manusia setara nilainya karena semua orang diciptakan dalam citra Tuhan (imago Dei). Orang non Kristen harus dilayani dalam kasih dan diberikan Injil dengan cuma-cuma/tanpa paksaan. Mereka harus diperlakukan setara dan tidak boleh dibiarkan mengalami kesulitan karena perbedaan agama, ras atau jender.

Bagi Islam, pandangan bahwa manusia diciptakan dalam citra Tuhan adalah sebuah penghinaan. Oleh karena itu orang Muslim tidak menganut adanya kesetaraan semua orang, yang merupakan dasar hak azasi manusia. Melainkan, Islam menetapkan suatu tatanan sosial yang kaku, yang ditetapkan dalam Syariah, yang membedakan orang Muslim dengan non Muslim, antara pria dengan wanita. Setiap kategori harus mendapat perlakuan yang berbeda: orang non Muslim lebih rendah daripada orang Muslim, dan wanita lebih rendah daripada pria. Pelaksanaan kewajiban-kewajiban lebih ditekankan daripada penerimaan hak.

Keselamatan dan anugerah

Bagi orang Kristen, keselamatan berarti pengampunan dosa, diterima dalam keluarga Tuhan, dan kepastian hidup kekal di surga di hadirat Tuhan. Orang Kristen percaya bahwa keselamatan adalah pemberian kemurahan Tuhan, manusia tidak layak menerimanya, namun itu diberikan kepada manusia atas dasar kematian Yesus yang membawa penebusan.

Sedangkan Islam memberikan alternatif yang sangat berbeda terhadap pemahaman Kristen mengenai rencana penebusan Tuhan melalui Kristus. Dalam Islam, keselamatan dicapai melalui perbuatan baik dan ritual-ritual religius dan tidak dibutuhkan intervensi Tuhan dalam anugerah dan penebusan. Pada hari Penghakiman, perbuatan baik dan jahat seseorang akan ditimbang dengan timbangan ilahi. Orang Muslim tidak mempunyai jaminan keselamatan karena tidak seorangpun dapat memprediksi apakah amal mereka akan lebih berat daripada dosa-dosa mereka, atau apakah yang akan dilakukan Allah dalam kemaha-kuasaan-Nya. Hal yang paradoks adalah, oleh karena Allah melakukan apa yang dikehendaki-nya, hasil akhir dari penghakiman Allah tidak dapat diduga: Ia akan menyelamatkan atau mengutuk siapa yang diinginkan-Nya tanpa mempedulikan sikap mereka. Tak seorangpun yakin akan takdir kekal mereka, kecuali para martir.

Misi

Kekristenan adalah agama misioner dengan mandat untuk menyebarkan Injil ke seluruh dunia. Namun demikian kekristenan menekankan pilihan bebas setiap individu dalam menanggapi Injil. Penekakannya adalah pada pilihan orang per orang – bukan komunitas – untuk mengasihi Tuhan dan mengikut Kristus.

Misi Kristen tidak boleh melibatkan kekerasan dan penipuan. Semua harus dilakukan dengan keterbukaan, integritas dan transparansi. Kristus memanggil kita untuk menjadi cerdik seperti ular tetapi tulus seperti merpati. Misi Kristen harus dilakukan dengan kelembutan dan pemberian diri, roh yang bebas dari arogansi dan kesombongan, penuh dengan kasih Kristus. Ini sama sekali tidak menyangkali kenyataan sedih bahwa orang Kristen tidak senantiasa hidup sesuai dengan pengajaran ini dan ada kalanya gereja juga memaksakan pertobatan dan menghukum bidat dan orang murtad dengan keras. Demikian pula para misionaris kadangkala menggunakan metode-metode yang penuh dengan tipuan oleh karena keinginan mereka untuk mendapatkan para petobat baru.

Islam juga adalah sebuah agama misi dan semua orang Muslim mempunyai kewajiban untuk menyaksikan iman mereka, memenangkan orang dan mengislamkan komunitas. Ini adalah kewaijban yang harus dilaksanakan orang Muslim dengan sungguh-sungguh, sehingga orang-orang Muslim yang taat akan aktif dalam hal ini. Orang Muslim menggunakan banyak metode untuk dakwah ini, termasuk upaya-upaya secara perlahan mengislamkan struktur-struktur masyarakat non islami.

Sementara kebebasan di Barat memberi ruang bagi Islam, banyak negara Muslim dengan keras membatasi misi Kristen bahkan melarangnya sama sekali. Sesungguhnya misi Kristen adalah salah satu dari kebencian besar orang Muslim terhadap Barat, dua yang lainnya adalah Perang Salib dan kolonialisme.

Pemahaman teologis mengenai Islam

Berdasarkan perbandingan di atas, jelas mustahil bagi seorang Kristen untuk memandang Muhammad sebagai nabi yang sah sesuai dengan wahyu Alkitab atau percaya bahwa pengajarannya adalah wahyu otentik. Penting diingat dan diwaspadai bahwa General Council of the United Church of Canada mengeluarkan sebuah pernyataan pada tahun 2006 yang “mengakui kenabian Muhammad”[10]. Pernyataan apapun semacam ini, walaupun disusun dengan licik, oleh orang Muslim akan dilihat sebagai konfirmasi akan posisi mereka.

Oleh karena itu Islam tidak boleh dipandang sebagai saudara dalam monoteisme seperti Yudaisme yang mempunyai hubungan spesial dengan orang-orang Kristen. Ide tiga saudara dalam agama-agama “Abraham” adalah sebuah konsep Islam, bukan konsep Kristen. Islam harus dipandang sama seperti bidat-bidat Kristen semisal Saksi Yehova atau Mormon. Berdasarkan tradisi Islam, Abraham pergi ke Mekkah dengan Ismail anaknya dan mendirikan Ka’bah, ini adalah tradisi yang tidak didukung oleh Perjanjian Lama. Dikatakan bahwa alasan Muhammad menarik Abraham ke dalam iman Islam yang didirikannya adalah untuk mendelegitimasi suku-suku Yahudi di Arab yang menolak mengakui Muhammad sebagai nabi sejati. Perjanjian Baru menunjukkan (Galatia 3) bahwa signifikansi Abraham bagi orang Kristen adalah imannya dan perannya sebagai sarana pemenuhan janji Tuhan melalui Kristus, keturunan Abraham. Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji...” (Galatia 3:29). Menerima konsep orang Muslim mengenai tiga agama “Abraham” berarti secara efektif melegitimasi kenabian Muhammad sebagai nabi terakhir dalam garis nabi-nabi Abraham. Itu juga berarti mengakui pengajaran Islam mengenai penggantian – Yudaisme digantikan oleh kekristenan, dan kemudian kekristenan digantikan dengan Islam. Logikanya adalah semua orang Kristen kemudian harus memeluk Islam.

Orang Kristen tidak boleh membiarkan dirinya melupakan dasar kebenaran yaitu iman kepada Yesus Kristus yang dilihat oleh Tuhan, bukan iman secara umum. Dalam dunia yang materialistis dan sekuler, adalah sebuah godaan bila berpikir bahwa orang Muslim dan orang Kristen dapat menjadi sekutu terhadap hedonisme yang tidak bertuhan, yang sangat mewarnai dunia di sekeliling mereka. Sebagai contoh, Philip Yancey mengatakan:

“Boleh jadi jaman kita ini menghimbau adanya semacam gerakan oikumenis: bukan mengenai doktrin, dan juga bukan soal kesatuan religius, tetapi gerakan yang dibangun atas dasar kesamaan yang ada pada orang Yahudi, Kristen dan Muslim, demi keberlangsungan hidup masing-masing”.[11]

Tetapi orang Kristen harus selalu ingat bahwa Islam menyangkali intisari iman Kristen, dan pengakuan imannya – yang digemakan melalui minaret (menara mesjid) lima kali sehari ketika muazin memanggil orang Muslim untuk bersembahyang – yang diformulasikan untuk menyangkali keilahian Kristus dan finalitas wahyu-Nya. Ketika muazin mengumandangkan “Tidak ada Tuhan selain Allah” ia mengatakan bahwa Yesus bukanlah Tuhan, dan ketika ia menambahkan bahwa “Muhammad adalah utusan/rasul Allah” ia mengatakan bahwa Yesus telah digantikan oleh Muhammad.



[1] R. Albert Mohler Jr., “Pope’s Comments on Islam Understandable and Clear,” On Faith website, November 28, 2007 http://newsweek.washingtonpost.com/onfaith/r_albert_mohler_jr/2006/11/the_pope_the_papacy_and_the_vi.html (viewed April 29, 2008)

[2] Sura 4, verse 171; sura 5, verse 116; sura 3, verse 59

[3] Sura 19, verses 34-35; sura 6, verses 101-106; sura 112

[4] Sura 4, verse 171; sura 33, verse 7

[5] Sura 19, verse 19. A Hadith says: “The prophet said, ‘When any human being is born, Satan touches him at both side of the body with his two fingers, except Jesus, the son of Mary, whom Satan tried to touch, but failed, for he touched the placenta-cover instead.” (Sahih Al-Bukhari Hadith 4.506, narrated by Abu Huraira)

[6] Sura 5, verse 110

[7] Sura 3, verses 45-47

[8] Sura 19, verses 33-34 Muslims interpret these ambiguous verses as a prediction of his second coming, not of his resurrection. See also sura 43, verse 61 which is interpreted in the same way

[9] Sura 4, verse 157

[10] “That We May Know Each Other; Statement on United Church-Muslim Relations Today” http://www.united-church.ca/files/sales/publications/400000126_finalstatement.pdf (viewed April 29, 2008)

[11] Philip Yancey, “Hope for Abraham’s Sons,” Christianity Today, November 2004, p.120. It is interesting how the word “ecumenical” has broadened its meaning from “belonging to the entire Christian Church” to include other faiths, especially Islam. Another example of this usage is Peter Kreeft, Ecumenical Jihad: Ecumenism and the Culture War (San Francisco: Ignatius Press, 1996)

1 comment:

  1. Seharusnya sih, disertakan sumber2nya secara jelas jika ingin membandingkan. Jadi tidak hanya belajar 100% tentang injil, tapi hendaklah juga belajar 100% tentang Al-Qur'an, jadi tulisannya akan netral

    ReplyDelete