Tuesday, 8 March 2011

Bab 2 - Memahami Islam

Bab 2

Memahami Islam

Teologi Dasar

Definisi Islam

Istilah “Islam” didefinisikan sebagai berikut: “Kata Arab ‘Islam’ secara sederhana berarti ‘tunduk’... dalam konteks religius kata ini berarti benar-benar tunduk kepada kehendak Allah”.[1] Orang Muslim kadangkala mengklaim bahwa Islam berarti damai. Memang benar baik kata: salam (damai) dan islam (tunduk) berasal dari akar kata yang sama. Namun dalam bahasa Arab suatu akar kata dapat memiliki beragam arti yang berbeda. Akar kata S-L-M mempunyai 8 atau 10 “ukuran” atau bentuk yang berbeda, masing-masingnya mempunyai makna yang berbeda, termasuk menyentuh, mengkhianati, merestui, selamat. Bentuk pertama berarti salam (damai) dalam bentuk kata benda. Bentuk keempat berarti islam (tunduk) sebagai kata benda dan Islam (sebagai agama).

Kehidupan Muhammad

Orang Muslim meyakini bahwa Muhammad adalah nabi yang terakhir, dan setelah dia tidak ada lagi nabi lain yang akan muncul. Semua nabi terdahulu hanya relevan pada jaman mereka.

Berdasarkan pengajaran Islam, Muhammad (sekitar 570-632 M) adalah seorang pedagang Arab yang pada usia 40 tahun mulai menerima satu seri pesan/wahyu untuk umat manusia, yang diyakini orang Muslim dibawa oleh malaikat Jibril/Gabriel. (Orang-orang Kristen tentunya bertanya-tanya apakah malaikat yang telah memberitakan kelahiran Kristus ini 600 tahun kemudian membawa pesan yang sangat jauh bertentangan dengan pengajaran-pengajaran Kristus). Ia dan para pengikutnya yang pertama diejek dan dianiaya di kampung halamannya sendiri di Mekkah sehingga mereka kemudian menyingkir ke Medina, dan Muhammad sendiri bergabung dengan mereka pada tahun 622 M. Di Medina Muhammad mendirikan sebuah negara Islam, dia sendiri menjadi hakim, penguasa dan komandan militer.[2]

Sikap orang Muslim pada umumya terhadap Muhammad adalah sangat menyanjung tinggi tokoh yang satu ini. Ini adalah aspek yang paradoks dalam Islam, suatu keyakinan yang dalam teorinya mengafirmasi akses langsung orang beriman kepada Allah tanpa memerlukan seorang pengantara. Oleh karena itu, Muhammad harus dipandang oleh orang Muslim semata-mata sebagai sarana manusiawi bagi wahyu Allah. Namun demikian dalam prakteknya figur Muhammad jauh melampaui Islam; tidak hanya sebagai pendirinya, namun sebagai “manusia sempurna” yang mendapat inspirasi ilahi tidak hanya berkaitan dengan wahyu-wahyu Qur’annya, namun dalam semua perkataan dan perbuatannya, sehingga menjadikan hidupnya sebagai sesuatu yang bersifat normatif sepanjang masa. “Sebagai seorang utusan, ia adalah yang terakhir dan terbesar, yang telah dinubuatkan oleh para utusan terdahulu dan yang telah menggenapkan proses pewahyuan. Oleh karena itu ia adalah Teladan Sempurna Bagi Umat Manusia, hamba Allah yang sempurna, dan dengan demikian merupakan manifestasi atribut-atribut Allah yang paling lengkap, seimbang dan ideal”.[3] Ia dipandang tidak bersalah, tidak berdosa, dan adalah teladan utama yang harus diikuti oleh semua Muslim sampai hal yang sekecil-kecilnya.

Muhammad juga dipandang sebagai pendoa syafaat kepada Allah yang dapat mengubah keputusan-keputusan ilahi dan menghantarkan orang-orang yang disyafaatkannya masuk ke dalam firdaus. Kasih kepada Muhammad (dan keluarganya) ditanamkan dengan kuat kepada banyak anak Muslim. Banyak orang Muslim, terutama di sub-kontinen India, yang berkeyakinan bahwa Muhammad diciptakan dari substansi surgawi yang abadi (terang Muhammad) yang mempunyai pre-eksistensi bersama Allah. Ia adalah figur semacam logos mirip dengan Kristus – seorang pengantara dan pendoa syafaat yang tidak berdosa.

Perhatian utama orang Muslim adalah pribadi Muhammad yang harus dilindungi dari kritik atau evaluasi apapun. Melindungi kehormatannya adalah kewajiban semua orang. Dugaan penghinaan apapun terhadap Muhammad dengan segera akan menciptakan gangguan dan kerusuhan di banyak negara dan komunitas Muslim, lebih daripada penghujatan terhadap Allah sendiri.

Kitab-kitab suci

Qur’an adalah catatan perkataan Allah yang diwahyukan melalui malaikat Jibril kepada nabi Muhammad. Kata-kata itu dihafal oleh Muhammad dan kemudian didiktekan kepada para sahabatnya, dan ditulis oleh para juru tulis, yang melakukan pemeriksaan silang terhadap naskah Qur’an tersebut pada masa hidup mereka. Tidak satu katapun dari ke-114 pasal atau Sura yang mengalami perubahan selama berabad-abad, sehingga Qur’an dalam setiap detilnya merupakan teks yang unik dan ajaib, yang diwahyukan kepada Muhammad 14 abad yang lalu”.[4]

Orang Muslim percaya bahwa Qur’an yang asli ditulis dalam bahasa Arab pada loh batu di surga, sehingga ada penghormatan besar terhadap Qur’an dan bahasa Arab. Islam mempunyai konsep serupa mengenai wahyu dengan Mormonisme. Namun demikian, para sarjana non Muslim dan tulisan-tulisan islami mula-mula mempunyai pengertian yang berbeda mengenai bagaimana Qur’an berkembang. Sumber-sumber islami mula-mula mengatakan bahwa Qur’an tidak diturunkan hingga setelah kematian Muhammad. Juga jelas terdapat banyak versi Qur’an yang ada untuk beberapa jangka waktu, hingga Khalif Uthman memerintahkan pemusnahan semua versi lainnya dan hanya meninggalkan satu versi. Ini terjadi antara tahun 650 dan 656 M. Namun, walau Uthman telah berupaya (dan bertentangan dengan apa yang diyakini orang Muslim), dua versi Qur’an masih ada, yaitu versi yang diperkirakan berasal dari pertengahan abad ke-20, versi minoritas yang digunakan oleh segelintir orang Muslim Afrika Utara.

Para sarjana non Muslim juga telah menunjukkan seberapa banyak dari pengajaran Qur’an memiliki kemiripan dengan versi kekristenan yang sesat dan Yudaisme. Sesungguhnya tidak diperlukan keahlian seorang sarjana untuk dapat melihat hal ini.

Boleh jadi Muhammad tidak membutuhkan malaikat sebagai utusan surga yang memberikan Qur’an kepadanya; ia dapat menyusunnya sendiri berdasarkan apa yang telah dipelajarinya dari orang-orang Arab Kristen yang bertemu dengannya, kemungkinan besar untuk mengoreksi dan memurnikan suatu keyakinan yang menurut pengamatannya tidak terlalu dipahami oleh orang-orang Kristen sendiri.

Berikutnya yang terpenting untuk Qur’an adalah tradisi-tradisi mengenai apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Muhammad dan para pengikutnya yang mula-mula, yang dikenal sebagai hadith. Hadith digunakan oleh para sarjana Islam untuk menafsirkan Qur’an (yang seringkali kosong dan ambigu), ini menunjukkan bagaimana Qur’an harus dipahami dan dengan demikian menunjukkan apa yang harus dilakukan seorang Muslim dalam situasi tertentu. Teladan Muhammad dan orang-orang Muslim yang pertama memberikan tuntunan pada bidang-bidang yang tidak dibicarakan Qur’an atau tidak komprehensif.

Allah (istilah Arab untuk “Tuhan”)

Tiga karakteristik yang terpenting mengenai Tuhan dalam Islam adalah keesaan-Nya (tauhid), keberadaan-Nya yang transenden dan kuasa-Nya.”Allahu Akbar”, adalah seruan tradisional orang Muslim yang berarti “Allah Maha Besar”. Mengasosiasikan apapun dengan Allah adalah penghujatan yang sangat besar dan merupakan dosa yang tidak terampuni; sehingga ada penolakan yang keras terhadap konsep Kristen mengenai Trinitas dan frase “Anak Allah”.

Belum lama ini ada banyak perdebatan di kalangan orang Kristen mengenai etimologi kata “Allah” dan beredarnya beberapa teori. Kata ini jelas telah eksis dalam bahasa Arab pada jaman pra Islam, dan berarti Tuhan Yang Maha Kuasa, Pencipta alam semesta. Namun upaya menelusuri makna yang dimiliki sebuah kata beberapa abad yang lalu sebenarnya tidak terlalu memberikan pencerahan; lagipula kata “Tuhan” dalam bahasa Inggris (God) berasal dari sebuah istilah pagan yang digunakan pada masa sebelum Kristen, namun hal ini sama sekali tidak tidak mengusik orang-orang Kristen yang berbahasa Inggris yang memberikan kata itu arti menurut mereka sendiri berdasarkan Alkitab. Bahasa tidak tidak mengalami perubahan sejalan dengan berlalunya waktu dan kata-kata “dipinjam” dari satu konteks untuk digunakan dalam konteks lainnya. Hal yang penting pada masa kini adalah memahami apa yang dimaksud oleh orang Muslim ketika mereka menggunakan kata “Allah” (lihat halaman 48).

“Allah” adalah kata yang terdapat baik dalam bahasa Arab kuno maupun modern untuk “Tuhan”. Kata ini digunakan oleh orang-orang Arab Kristen untuk Bapa Surgawi mereka. Kata ini ditemukan dalam Alkitab bahasa Arab dimanapun kata “Tuhan” dimunculkan. Sebagai contoh, Kejadian 1, Yohanes 1:1 dan Yohanes 3:16. Kata ini juga digunakan oleh orang-orang Arab Kristen pada jaman pra Islam.

Eskatologi

Orang Muslim percaya akan ada tanda-tanda Akhir Jaman yang penuh dengan bencana termasuk kebangkitan dajjal (anti Kristus) dan kembalinya Yesus sebagai orang Muslim untuk mengalahkan dajjal dan menjadikan semua orang menjadi pemeluk Islam. Banyak orang Muslim, terutama kelompok Syiah, juga percaya pada figur mesias akhir jaman, yaitu Mahdi, yang akan memerintah dengan adil selama beberapa waktu. Ini kemudian akan diikuti oleh kebangkitan orang-orang mati pada hari terakhir Penghakiman dimana semua orang akan dihakimi berdasarkan perbuatan mereka. Orang-orang yang jahat (termasuk semua non Muslim) akan dimasukkan ke dalam neraka, orang-orang yang benar akan masuk firdaus. Baik surga dan neraka dibagi dalam berbagai tingkatan. Yesus berada di surga/langit kedua, Musa berada jauh di atas-Nya, yaitu di langit keenam dan Abraham di langit ketujuh. Muhammad berada di tingkatan yang tertinggi, tepat di bawah tahta Allah. Orang-orang Muslim yang baik – dan terutama mereka yang mati sebagai martir bagi tujuan Islam – akan langsung masuk surga. Tetapi banyak orang Muslim harus menghabiskan waktu dalam penderitaan di api penyucian – suatu tahap yang harus dilalui sebelum diijinkan masuk ke dalam surga.

Malaikat dan jin

Para malaikat adalah utusan-utusan Allah yang supranatural yang diciptakan dari terang, yang mengamati manusia dan mencatat perbuatan-perbuatan manusia yang baik dan yang buruk. Malaikat tertinggi adalah Gabriel (Jibril) yang juga disebut Roh Kudus (Ruh ul’Amin). Jin adalah roh-roh yang diciptakan Allah dari api. Walaupun ada jin-jin yang baik, banyak diantara mereka yang jahat. Satan kadangkala disebut sebagai jin, kadangkala juga malaikat.

Lima pilar/rukun Islam

Lima kewajiban dasar Islam berikut ini membedakan orang-orang Muslim dari pemeluk agama lainnya, mempertegas sikap tunduk mereka, ketaatan, kebergantungan dan kerelaan mereka untuk berkurban.

1. Seringnya mengucapkan pengakuan iman mendasar (syahadat atau kalmia): “Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Rasul[5] Allah”. Penting bahwa Muhammad disebut dalam deklarasi ini – tunduk kepada Allah menandakan tunduk kepada ajaran dan teladan Muhammad.

2. Doa-doa ritual (sholat) dengan menggunakan bahasa Arab dalam lima waktu yang sudah ditetapkan (subuh, tengah hari, tengah petang, saat matahari terbenam dan malam hari), yang didahului dengan ritual pembasuhan (wudhu) dan disertai dengan gerakan-gerakan tertentu dalam sholat.

3. Puasa (sawn) mulai dari terbitnya matahari hingga terbenamnya selama bulan Ramadan. Berpuasa dari makanan, minuman, hubungan seksual dan merokok. Pada masa kini ada jamuan makan besar setiap malam pada waktu buka puasa, dan akibatnya orang Muslim mengkonsumsi lebih banyak makanan selama bulan Ramadan dibandingkan bulan-bulan lainnya.

4. Kewajiban memberi sedekah (zakat) yaitu sebagian dari kekayaan (umumnya 2,5% bagi kelompok Sunni). Uang tersebut digunakan untuk menolong orang miskin dan juga mendukung mereka yang berperang dalam jihad.[6] Kebanyakan orang Muslim berpandangan bahwa zakat tidak dapat diberikan kepada non Muslim. Definisi yang diberikan dalam kamus yang terdapat dalam The Noble Qur’an, yang adalah terjemahan Qur’an dalam bahasa Inggris yang banyak beredar, dengan jelas menyebutkan bahwa zakat ditujukan “bagi kesejahteraan orang miskin di dalam komunitas Muslim”.[7]

5. Ziarah ke Mekkah (ibadah Haji) wajib dilakukan setidaknya sekali seumur hidup bagi orang-orang yang mampu dan sehat jasmani. Dalam menjalankan ibadah ini mereka harus mengenakan pakaian khusus dan melakukan upacara-upara tertentu, termasuk mengelilingi ka’bah sebanyak 7 kali (yaitu sebuah bangunan berbentuk kubus yang terletak di pusat Mesjid Agung).

Jihad

Walau umumnya tidak termasuk ke dalam lima pilar/rukun Islam (namun ada pula orang Muslim yang memasukkannya sebagai rukun ke-6), berjuang demi Islam (jihad) adalah salah satu kewajiban dasar keagamaan yang ditinggikan di dalam Qur’an dan hadith dan dijelaskan dalam hukum Islam (Syariah). “Di atas segalanya, jihad adalah tugas utama orang Muslim sama halnya dengan sembahyang lima waktu dan berpuasa”.[8]

Ada aspek-aspek non kekerasan dari jihad seperti berkorban dalam hal keuangan, peperangan spiritual demi mencapai kesucian moral, dan menggunakan lidah dan tangan untuk memperbaiki apa yang salah dan mendukung apa yang benar, tetapi “dalam bahasa Syariah kata ini terutama digunakan untuk perang yang dikobarkan semata-mata demi nama Allah terhadap orang-orang yang melakukan penindasan yaitu mereka yang adalah musuh-musuh Islam”.[9]

The Noble Qur’an mendefinisikan jihad dalam kamusnya sebagai berikut:

“Perjuangan suci demi Tujuan Allah atau upaya apapun untuk menjadikan firman Allah (yaitu Islam) superior. Jihad dipandang sebagai salah satu hal yang fundamental dalam Islam”.[10]

Catatan kaki untuk Sura 2:190 (yaitu ayat kunci mengenai jihad) menyatakan: “Al-jihad (perang suci) di Jalan Allah (dengan kekuatan persenjataan penuh) sangat ditekankan di dalam Islam dan merupakan salah satu pilarnya (yang menjadi penopang berdirinya Islam)”. Lebih lanjut dijelaskan lagi bahwa jihad adalah sarana bagi propaganda dan ditegakkannya Islam dan pengakuan iman islami. Berdasarkan catatan kaki ini, jihad adalah kewajiban setiap orang Muslim dan barangsiapa berusaha untuk menghindarinya bahkan jika di dalam hatinya ia tidak ingin memenuhi kewajiban ini, maka ia “mati sama seperti seorang yang munafik”.[11] Mereka yang menetapkan jihad bersenjata sebagai “pilar ke-6” menjadikannya tugas yang wajib dilakukan orang Muslim.

Pada masa awal Islam, jihad dipandang sebagai metode yang diberikan Allah untuk melakukan ekspansi wilayah dari politik Islam, hingga semua kaum politeis memeluk Islam (atau dibunuh) dan orang Yahudi serta Kristen dengan kerendahan menundukkan diri kepada dominasi Islam. Pemahaman ini dikonsolidasikan dalam pengajaran Islam klasik yang diformulasikan selama beberapa abad kemudian.[12]

Teritori

Hal yang berkaitan dengan penafsiran jihad sebagai sarana memperluas kontrol politik Islam adalah konsep klasik Islam yang membagi dunia menjadi dua bagian yaitu: Rumah Islam (Dar al-Islam) dimana kekuasaan politik berada di tangan orang Muslim dan Syariah diberlakukan, dan Rumah Perang (Dar al-Harb). Adalah kewajiban religius orang Muslim hingga Hari Penghakiman untuk memerangi Rumah Perang dan mengubahnya menjadi Rumah Islam.

Teritori religius adalah bagian yang mendasar dari Islam, dan orang Muslim sangat memperhatikan apakah mereka “memegang kendali” atau tidak terhadap sebidang tanah tertentu. Mereka yakin bahwa mereka tidak boleh sekalipun menyerahkan teritori mereka kepada orang non Muslim, dan ini adalah salah satu alasan mengapa banyak orang Muslim tidak dapat menyetujui resolusi apapun berkaitan dengan masalah Palestina, terpisah dari berdirinya negara Islam di wilayah Israel (sebuah negara dimana orang Yahudi dapat diijinkan atau juga tidak diijinkan untuk tinggal sebagai kelompok minoritas). Konsep tersebut juga berimplikasi pada Barat, baik dalam hal perencanaan kota dan juga bagaimana para pemimpin gereja memilih untuk merespon permintaan orang Muslim lokal untuk menggunakan fasilitas gereja bagi kegiatan-kegiatan mereka. Sekali sebuah tempat telah digunakan untuk ibadah islami, maka tempat itu dipandang sebagai “milik” Islam selamanya. (lihat juga halaman 68, 76-77)

Syariah

Hukum Islam (syariah) didasarkan atas Qur’an dan hadith, dan merupakan struktur legalistik yang memberikan tuntunan bagi cara hidup islami, menentukan apa yang dilarang (haram) dan apa yang diperbolehkan (halal). Syariah berisi instruksi-instruksi terperinci untuk hidup pribadi sehari-hari dan bagaimana mempraktekkan pilar-pilar Islam. Spektrumnya dibagi lagi ke dalam berbagai tingkatan kewajiban, apa yang dianjurkan, apa yang netral, hal yang menjadi keberatan dan hal yang dilarang. Tidak ada individualitas dan tidak ada pilihan. Di mata kebanyakan orang Muslim juga tidak ada kemungkinan untuk mengubah regulasi-regulasi Syariah yang telah diformulasikan pada abad ke-8 dan ke-9.

Syariah mencakup hidup rohani pribadi, kehidupan keluarga, hukum kriminal, peraturan perang, hubungan-hubungan internasional dan semua aspek kehidupan. Syariah diberikan oleh Allah, satu-satunya legislator yang berdaulat, sepanjang masa, dan implementasinya juga adalah perintah yang absolut. Syariah juga adalah kriteria satu-satunya untuk menentukan apa yang benar dan apa yang salah:

“Oleh karena itu, Syariah itu sendiri adalah kriteria tertinggi bagi keadilan dan kemurahan, dan tidak boleh diperbandingkan dengan standar-standar manusia”.[13]

Pernyataan ini menjadi sangat relevan jika melihat seberapa jauh Syariah telah menyimpang dari standar-standar modern hak azasi manusia dan kebebasan religius. Syariah bersikap diskriminatif terhadap wanita dan non Muslim. Sebagai contoh, masalah pembayaran kompensasi untuk seorang yang mengalami cedera; wanita dan non Muslim mendapatkan kompensasi yang jumlahnya lebih sedikit daripada kompensasi untuk seorang pria Muslim walaupun lukanya sama. Demikian pula nilai kesaksian mereka di pengadilan kurang dihargai daripada kesaksian seorang pria Muslim. Ada banyak sekali legislasi dalam Syariah yang membatasi hak-hak non Muslim. (Lihat halaman 65-67)

Dakwah (misi Islam)

Islam adalah sebuah agama misi dan semua orang Muslim mempunyai kewajiban untuk menyaksikan iman mereka dan memenangkan orang untuk memeluk Islam.

“Qur’an dengan jelas menyatakan bahwa menyaksikan Kebenaran sehingga tidak membiarkan orang mempunyai dasar kuat untuk menyangkalinya adalah satu-satunya tujuan yang ditetapkan bagi kamu sebagai Ummah (komunitas) yang berbeda, yaitu yang dinamai orang Muslim... ini bukanlah tugas biasa: ini adalah tugas yang diberikan kepadamu oleh Allah. Ini adalah perintah ilahi dan panggilan ilahi”.[14]

Dakwah Islam melangkah lebih jauh dari sekadar memenangkan individu. Dakwah dilihat sebagai tanggung-jawab komunal yang bertujuan untuk memperluas wilayah legal dan politik Islam dengan menyingkirkan semua “orang yang tidak beriman” (kafir). Dakwah mencakup strategi mengendalikan masyarakat non Muslim – termasuk pers dan aturan-aturan hukum – yang penuh dengan agenda-agenda Islam, sebagai bagian dari proses menjadikan masyarakat bersesuaian dengan Islam. Kelompok Persaudaraan Muslim (Muslim Brotherhood) telah mengembangkan sebuah rencana strategis yang menyeluruh untuk mentransformasi karakter masyarakat Amerika Utara dan mendirikan wilayah kekuasaan Islam.[15] Dakwah juga mencakup strategi menetralkan semua bentuk misi Kristen terhadap orang Muslim, sehingga orang Muslim dilindungi dari Injil Kristen.

Dalam beberapa dekade terakhir banyak lembaga dakwah telah diciptakan, menggunakan berbagai metode mulai dari televisi hingga pamflet-pamflet, apologetika hingga kesaksian-kesaksian para mualaf. Menarik sekali bila kita perhatikan bahwa kebanyakan organisasi dakwah di Amerika dimulai oleh kaum profesional Muslim seperti para dokter, insinyur, para dosen perguruan tinggi dan sebagainya. Oleh karena Islam tidak memisahkan agama dari negara, dakwah juga dilihat sebagai bagian dari kebijakan luar negeri negara-negara Muslim, dan banyak dari negara-negara tersebut juga mendirikan organisasi-organisasi dakwah yang merupakan suatu lembaga antara masyarakat misi dengan partai politik. Arab Saudi, Iran dan Libya merupakan garis depan “negara-negara misi”. Kesemua organisasi dakwah ini didukung oleh pendanaan yang melimpah dari negara-negara Arab yang kaya dengan minyak dan dapat sangat aktif dalam pengembangan masyarakat di negara-negara miskin. Mereka telah mempelajari semua metode keberhasilan yang digunakan oleh para misionaris Kristen. Komitmen semacam itu dan anggaran sebanyak itu memberikan tantangan yang sangat besar terhadap misi Kristen dewasa ini.

Islam menggantikan kekristenan

Orang Muslim percaya bahwa Qur’an menggantikan Perjanjian Lama dan Baru sebagai wahyu tertulis dari Allah yang valid untuk seluruh umat manusia pada masa kini. Mereka mengklaim bahwa teks Alkitab telah dipalsukan oleh orang Yahudi dan orang Kristen, sehingga Alkitab tidak dapat dipercaya. Bersamaan dengan itu Muhammad menggantikan Yesus sebagai Manusia Sempurna, teladan sempurna yang diberikan Allah. [16]Qur’an bahkan mengemukakan bahwa Yesus sendiri telah menubuatkan kedatangan Islam dan Muhammad.

Walaupun orang Muslim mengemukakan bahwa Muhammad hanyalah seorang manusia biasa yang tidak memiliki kuasa supranatural, yang semata-mata hanya bertugas menjadi jurubicara Tuhan, pada prakteknya mereka meninggikannya menjadi figur yang mirip Kristus. (Lihat halaman 14). Jadi, sementara mereka bermulut manis dengan mengatakan bahwa mereka percaya kepada kitab-kitab suci Yahudi dan Kristen, orang Muslim sebenarnya mengklaim bahwa Islam mengatasi mereka semua dan Islam adalah satu-satunya agama yang valid bagi kemanusiaan pada masa kini. Dapat juga disebut sebagai “teologi penggantian”.

Masalah-masalah Sosial

Tidak ada pemisahan antara agama dengan negara/masyarakat

Banyak orang Muslim menganggap pemisahan sekuler antara agama dengan negara sebagai suatu pemberontakan kepada Allah. Mereka sangat meyakini kesatuan negara dengan agama – Islam adalah agama dan sekaligus negara. Mesjid-mesjid, sebagai kontras dengan gereja, senantiasa menjadi pusat pertikaian dan intrik politik. Pandangan ini adalah alasan mengapa senantiasa ada tuntutan agar negara mengakui adanya komunitas-komunitas Muslim yang diperintah oleh pemerintahan Muslim yang ada di Barat. Pandangan ini juga mengompori tuntutan di dalam negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim demi terciptanya negara Islam sejati yang diperintah oleh Syariah. Di banyak negara Muslim, negara sangat erat terlibat dalam urusan-urusan religius, seringkali mengontrol mesjid-mesjid dan penetapan kaum ulama, atau yayasan-yayasan amal islami. Oposisi terhadap rejim seringkali diekspresikan dengan menggunakan istilah-istilah islami, sehingga mendapatkan respek dan dukungan masyarakat banyak.

Individu dan komunitas

Yang terutama untuk memahami Islam dengan baik adalah realisasi bahwa komunitas lebih penting daripada individu. Dengan demikian kebutuhan-kebutuhan dan pilihan-pilihan seorang individu harus selalu tunduk kepada apa yang baik bagi komunitas jika terjadi konflik kepentingan. Kelompok yang lebih besar ini pertama-tama adalah keluarga besar, dan kedua seluruh bangsa Muslim di seluruh dunia, yaitu umma.

Umma adalah komunitas iman global, yang tidak memandang ras, kebangsaan dan budaya. Inilah yang memberikan identitas primer kepada seorang Muslim. ini bukanlah sebuah konsep teoritis tetapi dimaksudkan untuk aplikasi praktis sehingga ketika seorang Muslim menderita atau mendapat perlakuan yang semena-mena maka seluruh komunitas Muslim akan mengumpulkan kekuatan untuk membelanya. Sebagai akibatnya orang Muslim cenderung melupakan perbedaan-perbedaan mereka dan “menyingkirkan perbedaan status” jika berhadapan dengan ancaman dari luar. Orang Muslim juga menunjukkan loyalitas yang dalam kepada satu sama lain jika mereka harus maju untuk mencapai tujuan Islam atau membela kehormatan Islam.

Prinsip komunitas mengatasi individu ini terefleksi dalam natur Syariah.

Loyalitas

Bagi banyak orang Muslim, loyalitas kepada bangsa Muslim secara global (umma) mengatasi loyalitas kepada bangsa dan negara. Dalam pandangan ortodoks, politik adalah sarana untuk mencapai tujuan seluruh komunitas Muslim di seluruh dunia, memperluas kontrol Muslim atas sebanyak mungkin teritori dan memerintahnya berdasarkan Syariah. Berdasarkan pandangan ini, orang-orang Muslim di negara-negara non Muslim mempunyai loyalitas lebih kepada tercapainya tujuan islamisasi kelompok masyarakat tempat tinggal mereka, sekalipun hal ini berarti tingkat loyalitas mereka kepada negara menjadi berkurang.

Oleh karena perbedaan-perbedaan yang ada, perpecahan dan fragmentasi yang eksis di dunia Islam, muncullah hasrat untuk menciptakan persatuan dengan kembali menegakkan kekhalifahan Islam yang telah berakhir pada tahun 1924 ketika Mustafa Kemal Ataturk menghapuskan kekhalifahan Ottoman dan memproklamirkan berdirinya Republik Turki.

Masalah loyalitas adalah masalah penting dalam Islam kontemporer, oleh karena posisi klasik yang disebutkan di atas kemudian berkonflik dengan konsep menjadi milik suatu bangsa dan negara; ini adalah konsep yang diakui oleh sekelompok orang Muslim yang modern namun bagi banyak orang Muslim lainnya ini sama sekali tidak islami.

Spiritualitas,[17] Moralitas dan Budaya

Fokus pada hal-hal yang eksternal

Islam seringkali semata-marta dilihat sebagai sebuah agama yang menekankan hal-hal yang bersifat eksternal, dimana keselarasan dengan ritual-ritual dan peraturan-peraturan seringkali dianggap lebih penting daripada ketulusan batin. Dengan demikian Islam adalah agama yang memberi dirinya sendiri untuk diberlakukan secara paksa oleh negara. Sebagai contoh, ada orang-orang Muslim yang percaya bahwa mengucapkan kalimat syahadat (pengakuan iman) walau tidak disertai dengan kesadaran batin, adalah persyaratan yang cukup bagi seseorang untuk dapat langsung memeluk agama Islam. Contoh lainnya adalah konsep orang Muslim mengenai berpuasa, yang lebih merupakan perbuatan komunal dan dapat dilihat, yang harus terlihat dilakukan. Ini sangat jauh berbeda dengan pengajaran Yesus mengenai puasa, dimana secara spesifik Ia mengatakan kepada para pengikut-Nya agar berusaha sedemikian sehingga tidak seorangpun tahu jika mereka sedang berpuasa (Matius 6:16-18). Puasa kristiani adalah tindakan penyangkalan diri pribadi yang dilakukan seseorang kepada Tuhan. Hanya orang itu dan Tuhan yang tahu. Puasa orang Muslim adalah tindakan yang dilakukan di depan publik, yang harus dilakukan walaupun sulit, sepanjang hari, dan diakhiri dengan pesta berbagai macam makanan pada waktu berbuka.

Keseluruhan isu relasi iman dengan Islam, juga istilah “Muslim” dengan istilah “orang beriman”, demikian pula perlunya keyakinan batin di sepanjang sejarah telah menjadi pokok perdebatan di dalam Islam. Gerakan Sufi di dalam Islam (lihat halaman 45-46) menekankan hidup batin dan devosi pribadi kepada Allah. Boleh jadi orang Muslim juga mencari pengalaman spiritual yang batiniah melalui penyanjungan terhadap Muhammad (yang banyak dipraktekkan di sub-benua India) dan berbagai praktek non ortodoks seperti upacara-upacara ekstatik yang dilakukan oleh para darwis yang menari berputar-putar, banyak anggota sekte Syiah yang melukai tubuh mereka dan berziarah ke kuil-kuil atau makam-makam tokoh-tokoh Muslim yang disakralkan.

Jika kita melihat besarnya penekanan terhadap hal-hal yang bersifat eksternal seperti itu, maka tidaklah mengejutkan jika kita mendapati bahwa Islam sangat mengutamakan berkat-berkat materi daripada sukacita persekutuan dengan Tuhan. Firdaus dipenuhi oleh kesenangan sensual yang diberikan para wanita cantik, sofa-sofa yang diselimuti kain brokat, anggur yang berlimpah dan banyak buah-buahan. Pada dasarnya firdaus Islam adalah sebuah tempat untuk melakukan semua hal yang dilarang di bumi. Pada masa kini ada sekelompok orang Muslim yang berusaha untuk menafsirkan janji-janji surgawi ini dengan memberinya makna spiritual. Mereka mengharapkan datangnya saat mereka dapat melihat Allah “yang tidak dapat dilihat” itu, walaupun hanya sekejap. Namun berdasarkan sejarah, banyak orang Muslim hingga hari ini masih memahami firdaus Islam yang bersifat literal dan jasmaniah (seperti yang dikatakan Qur’an-Red).

Takut dan tidak adanya jaminan keselamatan

Sikap tunduk orang Muslim kepada Allah lahir dari rasa takut akan kedaulatan-Nya dan kuasa-Nya yang dahsyat. Ada berbagai keyakinan di kalangan orang Muslim mengenai cara masuk surga, namun yang terutama adalah keyakinan bahwa Allah itu jauh dan Ia melakukan apa yang dikehendaki-Nya dalam segala sesuatu, sehingga hasil akhir dari penghakiman Allah tidak dapat diperkirakan: Ia akan menyelamatkan atau menghukum sesuka hati-Nya dan tidak memperhitungkan sikap dan tingkah-laku seseorang selama orang itu hidup di dunia. Oleh karena itu, walaupun taat kepada Syariah, menjalani hidup yang saleh dan banyak beramal, hanya sedikit orang saja yang yakin akan takdir kekal mereka. Bahkan orang-orang yang percaya bahwa semua orang Muslim pada akhirnya akan masuk ke surga meyakini bahwa ada diantara mereka yang pertama-tama harus menjalani suatu periode penghukuman yang sangat mengerikan. Tapi ada satu jalan pasti untuk dapat langsung masuk ke surga, yaitu mati sebagai martir dalam jihad.

Kebebasan nurani

Orang Muslim tidak memiliki kebebasan atau hak pilih dalam hal agama. Islam adalah jalan satu arah; orang dapat masuk kesana dan tidak dapat keluar lagi. Meninggalkan Islam dipandang sebagai pengkhianatan kepada Allah dan masyarakat, dan oleh karena itu hukumannya adalah mati, seperti yang ditetapkan di dalam Syariah. Sebagai tambahan, masih ada banyak lagi hukuman-hukuman legal yang dijatuhkan kepada orang yang murtad dari Islam.

Beberapa negara modern telah memberlakukan hukuman mati, walaupun hukum ini tidak disahkan dalam hukum negara, atau tidak diberlakukan paksa, orang-orang yang meninggalkan Islam akan dihukum oleh pihak otoritas atau diintimidasi dan ditindas oleh keluarga dan komunitas yang merasa dipermalukan oleh si “pengkhianat” tersebut. Banyak yang mengalami serangan fisik bahkan ada pula yang dibunuh.

Kerentanan dan superioritas

Richard Chartres, Uskup Anglikan London, mengatakan: “Ada keyakinan yang kuat dalam Islam berkenaan dengan superioritas Islam atas segala sesuatu yang lain”.[18] Adanya keyakinan yang kuat bahwa Islam adalah agama yang terutama dan final mengakibatkan Islam mengalami kesulitan untuk bergandengan tangan dengan agama-agama lain. Salah satu gejala sehubungan dengan fakta ini adalah jaman sebelum Muhammad disebut dengan “jaman jahiliyah” (atau jaman kebebalan-Red) yang berarti tidak ada sesuatupun yang baik yang dapat diambil dari masa itu. Demikian pula tidak ada hal yang baik yang dapat dipelajari dari konteks non islami yang muncul kemudian. Orang Muslim sangat jarang mau dipersalahkan atas semua kejahatan yang dilakukan dalam nama Islam, atau meminta maaf kepada para korban kejahatan Islam. Rasa malu kehilangan muka akan mencegah banyak orang Muslim bahkan untuk merenungkan hendak melakukan pengakuan semacam itu.

Orang Muslim biasanya menafsirkan tindakan mengaku bersalah kepada orang lain sebagai tanda kelemahan yang menjijikkan. Demikian pula, kerendahan hati dan pengampunan tidak dipandang sebagai kebajikan namun kelemahan. Mereka beranggapan bahwa reaksi yang tepat jika dizalimi adalah melakukan balas dendam. Orang Muslim mempunyai ingatan yang sangat panjang dan akan terus mengingat dengan amarah semua kekalahan dan penghinaan yang terjadi beberapa abad lalu sekalipun yang mengalaminya adalah sebagian umma yang berada sangat jauh di belahan dunia lain. Apa yang disebut Charles Moore sebagai “sikap merendahkan diri sendiri secara berlebihan”[19] yang dilakukan orang Barat (dan terutama orang Inggris) yang cenderung untuk meminta maaf atas semua kesalahan, di masa lalu atau masa kini, nyata atau imajinasi – sama sekali tidak berguna, tapi lebih bersifat kontra produktif. Ini penting diingat oleh orang-orang Kristen ketika terlibat dengan ”dialog” atau debat dengan orang-orang Muslim.

Kuasa dan kehormatan

Bagian yang penting berkenaan dengan pemahaman diri Islam adalah konsep bahwa kekuasaan dan kehormatan hanyalah milik orang Muslim. Konsep ini berdasarkan Qur’an (Sura 63:8).

“...Tetapi kehormatan, kuasa dan kemuliaan hanya milik Allah dan utusan-Nya (Muhammad), dan orang-orang beriman”[20]

Kata bahasa Arab yang diterjemahkan disini sebagai “kehormatan, kuasa dan kemuliaan” muncul dalam beberapa terjemahan lain hanya dengan “kehormatan”. Terjemahan yang lebih panjang dengan tepat mengemukakan konotasi wilayah dan kontrol yang dipahami orang Muslim ketika mereka membaca teks ini. Bagi orang Muslim, kekuasaan temporal, perkembangan agama Islam, kemenangan militer dan prestise umat Muslim semuanya secara intrinsik berkaitan dengan janji ini. Penghinaan dan kekalahan tidak sesuai dengan rencana Allah bagi umat-Nya dan ketika hal ini terjadi, maka akan mendatangkan keresahan besar bagi orang Muslim karena mereka tidak mempunyai teologi untuk berhadapan dengan situasi semacam itu.

“Dengan mengabaikan Jihad (kiranya Allah melindungi kita dari hal itu), maka Islam dihancurkan dan orang Muslim akan jatuh ke posisi yang lebih rendah; kehormatan mereka hilang, tanah mereka dicuri, pemerintahan dan otoritas mereka musnah”.[21]

Seperti yang dikatakan Uskup Richard Chartres, rasa superioritas diri yang ada pada Islam:

“...bertabrakan secara frontal dan mengerikan dengan bukti nyata inferioritas masyarakat Muslim, secara teknis, politis, ekonomi, dan militer. Dan krisis di dalam Islam (tidak separah perang antara Timur dan Barat, orang Kristen dan orang Muslim, ini adalah perang di dalam Islam), yang datang dari tabrakan besar rasa superioritas diri dengan bukti nyata inferioritas dalam banyak hal lain yang menyebabkan kebingungan dan debat keras soal bagaimana kita dapat keluar dari lingkaran setan ini”.[22]

Tidak ada penilaian kritis yang riil di dalam Islam mengenai sejarahnya sendiri dan dengan demikian pengagungan Islam mula-mula dan ekspansinya dilihat sebagai Masa Keemasan Islam, yang harus diciptakan kembali agar pada akhirnya dapat menaklukkan seluruh dunia bagi Islam.

Malu dan rasa bersalah

Berbeda dengan kekristenan, prinsip utama dalam Islam adalah rasa malu dan bukan rasa bersalah. Rasa malu sangat mudah dikenali dengan melihat pada lawannya yaitu kehormatan. Kehormatan berkaitan dengan haga diri dan kewibawaan, dan opini baik dari orang lain. Ini sangat bergantung pada reputasi seseorang dan keluarganya untuk menunjukkan kemurahan, moralitas, sikap yang baik, keberanian, pernikahan yang baik, kesalehan dan loyalitas pada kerabat. Seorang individu diharapkan menekan minat dan kebutuhannya jika itu berseberangan dengan kehormatan keluarga dan komunitas.

Kehilangan muka di depan publik mendatangkan rasa malu yang sangat besar, sehingga kritik (dipandang sebagai penghinaan pribadi) harus dihindari dan pujian harus mendahului kritik apapun yang diajukan secara tidak langsung, yang semestinya tidak disampaikan dihadapan banyak orang.

Kehormatan lebih penting daripada kebenaran bahkan daripada hidup itu sendiri. Kehormatan, yang sebagian besarnya adalah penampakan moralitas dan reputasi untuk moralitas itu, lebih penting daripada moralitas itu sendiri. Besarnya rasa takut kehilangan kehormatan menjelaskan mengapa orang rela membunuh sesama yang dikasihinya daripada dipermalukan. Jika sebuah insiden yang menyebabkan hilangnya kehormatan tidak dibalas, seorang pria akan dipermalukan dan kehilangan kehormatannya secara permanen. Kehormatan yang ternoda menuntut adanya pembayaran agar keseimbangan dipulihkan, yaitu melalui pembayaran yang diperintahkan oleh ritual-ritual mediasi dan rekonsiliasi secara tradisional. Mengabaikan ritual-ritual ini akan mengakibatkan si penghina rentan terhadap balas dendam yang keji, bukan hanya pada dirinya tapi juga terhadap keluarganya.

Wanita dan kehormatan keluarga

Kehormatan sebuah keluarga sangat berkaitan dengan tingkah-laku kaum wanitanya; mereka harus terlihat berpakaian dan bersikap sopan. Memelihara hubungan-hubungan yang tepat antara pria dan wanita adalah tanggung-jawab pria terhormat, yang harus mengontrol para wanita dalam keluarganya agar mereka tidak melakukan hal-hal yang tidak pantas. Tanda sekecil apapun mengenai tingkah-laku seksual yang salah dipandang sebagai kejahatan terhadap kehormatan keluarga dan harus dihukum untuk memulihkan kehormatan yang ternoda.

Pembunuhan demi kehormatan

Frase “pembunuhan demi kehormatan” secara umum berkaitan dengan praktek pembunuhan anggota keluarga wanita, yang telah bersikap tidak pantas. Dorongan untuk memulihkan kehormatan keluarga sedemikian besarnya sehingga banyak wanita dan anak-anak perempuan telah dibunuh hanya karena pelanggaran-pelanggaran kecil, seperti berbicara kepada pria yang tidak mempunyai hubungan dengannya (bukan muhrim – Red). Seringkali mereka dibunuh hanya berdasarkan tuduhan semata, tanpa adanya bukti akan kejahatan mereka. Dalam masyarakat dimana konsep pembunuhan demi kehormatan sangat kuat, sebagai contoh di Pakistan, lembaga-lembaga penegak hukum hanya bertindak sedikit atau bahkan tidak bertindak sama sekali untuk menghukum si pembunuh. Belum lama ini banyak pembunuhan demi kehormatan juga terjadi di dalam komunitas-komunitas Muslim di Eropa Barat.

Keluarga Muslim

Keluarga-keluarga Muslim cenderung bersifat konservatif dan patriarkhal; pria tertua biasanya diakui sebagai kepala keluarga besar, dan para ayah adalah sumber otoritas dan disiplin. Relasi antara suami istri bukanlah relasi yang erat dan akrab; namun lebih merupakan sebuah pengaturan praktis – yang satu bertindak sebagai pencari nafkah/yang menyediakan uang, yang lainnya sebagai pihak yang memberikan anak laki-laki. Seorang pria dapat beristri hingga 4 orang jika ia dapat memperlakukan mereka dengan adil. Ikatan keluarga yang paling erat seringkali terjadi antara ibu dan anak laki-lakinya.

Keluarga besar menentukan identitas, posisi dan status seseorang dalam masyarakat, hingga pada tingkat tertentu juga menentukan sukses dan kekayaan. Orang bangga akan koneksi-koneksi keluarga mereka dan garis keturunan mereka. Loyalitas kepada keluarga mengatasi kebutuhan-kebutuhan pribadi, kewajiban-kewajiban kepada sahabat atau tuntutan kerja. Kesetiaan seseorang pertama-tama senantiasa ditujukan kepada kerabat, dan aturan dasarnya adalah tidak seorangpun yang dapat dipercayai kecuali anggota keluarga. Keluarga adalah sumber utama keamanan emosi dan ekonomi, dan kerabat diharapkan untuk saling menolong, termasuk memberi bantuan keuangan jika dibutuhkan.

Keluarga adalah faktor yang paling penting dalam semua pengambilan keputusan, termasuk masalah agama, pernikahan dan pekerjaan. Semua institusi sosial dibayangkan sebagai keluarga: para penguasa melihat rakyatnya sebagai anak-anak mereka dan mereka sendiri sebagai bapak bagi bangsa itu. Hal yang sama berlaku juga dengan para guru, majikan, dan para pemimpin politik dan religius.

Wanita

Di jazirah Arab pada masa pra Islam, kaum wanita yang berasal dari kelas elit sosial dapat menjadi partisipan aktif, bahkan para pemimpin, dan terlibat dalam banyak kegiatan komunitas termasuk bidang kesejahteraan dan agama. Di satu sisi kaum wanita yang kurang mampu dipandang semata-mata hanya sebagai benda yang dimiliki pria, bahkan pembunuhan terhadap kaum wanita dipraktekkan. Kebebasan yang dimiliki kaum wanita mulai dibatasi ketika Islam dilahirkan, karena Islam yang mengajarkan pernikahan patriarkhal-patrilineal membawa transformasi sosial. Orang Muslim sering mengklaim bahwa Muhammad memperbaiki situasi wanita, namun biasanya mereka tidak menambahkan kenyataan bahwa Islam juga telah menentukan status wanita untuk selamanya berdasarkan nilai-nilai dari abad ke-7.

Berdasarkan Syariah, posisi wanita ditetapkan tidak setara dengan pria. Berbagai regulasi berkaitan dengan wanita mengindikasikan asumsi dasar, yang sudah menjadi rahasia umum, bahwa wanita itu lebih inferior dari pria dalam kecerdasannya, moral dan agama. Oleh karena itu mereka dipandang sebagai sumber pencobaan bagi kaum pria, dan harus dilindungi dari kelemahan-kelemahan mereka sendiri. Hal ini berkaitan dengan konsep kehormatan sebuah keluarga sangat tergantung kepada kaum wanita dari keluarga tersebut. Kewajiban utama seorang wanita adalah menaati suaminya (dan bukan pertama-tama kepada Tuhan). Beberapa sarjana Islam bahkan mengatakan bahwa para wanita umumnya akan masuk neraka.

Oleh karena adanya aspek ini di dalam Islam, sangat jarang kaum wanita dan gadis-gadis Muslim mendapatkan pengajaran agama yang sama seperti yang diterima kaum pria dan anak-anak laki-laki. Oleh karena itu umumnya kaum wanita cenderung mengikuti Islam abangan dan bisa sangat tidak mempedulikan pengajaran-pengajaran Islam yang sesungguhnya. Ironisnya, kaum wanitalah yang bertugas memperhatikan iman keluarga dan menjamin agar tradisi Islam diteruskan kepada generasi berikutnya, sementara kaum pria lebih banyak terlibat dalam urusan-urusan publik.

Taqiyya (penipuan yang dihalalkan)

Seringkali kita dapat sangat terkejut ketika mendapati bahwa dusta yang dilakukan untuk (atas nama) melindungi adalah bagian yang intrinsik dalam Islam, dapat dilakukan dalam situasi spesifik tertentu, salah satunya adalah perang, yaitu untuk membela Islam. Ada orang-orang Muslim yang juga meyakini bahwa mereka diperbolehkan untuk membatalkan kesepakatan-kesepakatan yang dibuat dengan orang non Muslim, mereka percaya bahwa kontrak-kontrak semacam itu hanya sah jika sejalan dengan tujuan Islam. Dalam berinteraksi dengan orang Muslim, penting sekali orang non Muslim ingat dan mewaspadai adanya taqqiya. Sebagai suatu konsep “membela Islam”, taqqiya dapat ditafsirkan dengan luas dan dapat mengarah kepada dusta. Apa yang suatu hari dikatakan oleh para pemimpin Muslim dalam bahasa Inggris kepada orang Kristen akan sangat berkontradiksi di hari berikutnya dalam bahasa Urdu atau Arab. Sebagai contoh, Hamid Ali, pemimpin spiritual (imam) di Mesjid Al-Madina, yaitu sebuah mesjid di Beeston, West Yorkshire Inggris, di depan publik mengutuk pemboman yang terjadi di London pada 7 Juli 2005. Namun dalam sebuah percakapan dengan seorang Bangladesh, yang direkam secara rahasia oleh seorang wartawan The Sunday Times yang menyamar, ia mengatakan tragedi pemboman 7/7 adalah perbuatan “baik” dan ia memuji para pelaku pemboman tersebut sebagai “anak-anak” ulama ternama Abdullah al-Faisal yang pernah membuat pernyataan sebagai berikut: “Satu-satunya jalan yang diberikan kepadamu, orang-orang Muslim, adalah membunuh orang-orang kafir (tidak beriman)”.[23]

Seperti yang dijelaskan oleh Dr. Taj Hargey dari Muslim Education Centre, Oxford, di televisi Inggris:

“Kami mempunyai satu kata untuk kami sendiri dan kami mempunyai kata lain untuk konsumsi publik dan itulah sebabnya mengapa kamu tidak mendengarnya di wilayah publik”.[24]

Pada umumnya Islam memberi nilai yang tinggi pada kebenaran dan salah satu nama dari ke-99 nama Allah adalah al-Haqq (sang Realita, Kebenaran Tertinggi). Bersamaan dengan ini muncullah doktrin taqqiya yang pertama-tama dikembangkan untuk menghadapi situasi-situasi penganiayaan, sehingga orang Muslim dapat menyelamatkan nyawa mereka dengan cara menyangkali keyakinan mereka yang sesungguhnya. Dasar Qur’an untuk ini adalah Sura 16:106, yang melindungi orang Muslim dari murka Allah jika mereka dipaksa untuk menyangkali iman mereka, sedangkan dalam hati mereka tetaplah orang Muslim sejati.

“Barangsiapa kafir kepada Allah sesudah ia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar”.

Berbagai hadith memberikan lebih banyak detil mengenai kapan orang diperbolehkan berdusta, namun pada umumnya dalam 3 situasi: kepada istri, dalam perang, dan demi rekonsiliasi. Taqqiya sangat kuat diterapkan di kalangan Muslim Syiah, namun juga dilakukan oleh kelompok Sunni.

Dalam sebuah konferensi Palestine Solidarity Movement yang diselenggarakan di Universitas Georgetown, Washington DC (17-19 Februari 2006), dua seminar diadakan untuk membahas bagaimana para peserta dapat menjangkau orang Kristen untuk mendukung tujuan mereka (penghapusan Israel). Para peserta diajari untuk “mentargetkan” gereja-gereja kecil, dan mendapatkan kepercayaan para anggota gereja dengan cara “kelihatan dan bersikap seperti orang Kristen”. Mereka diajari untuk mengenakan pakaian bergaya Barat, rapi dan serasi dan berbicara dengan sopan. “Jika ada orang yang bersin, katakan Tuhan memberkatimu. Dan senantiasa datang dengan membawa oleh-oleh, terutama sesuatu dari Tanah Suci seperti air suci atau rosario”. Mereka dinasehatkan agar terlibat dengan komunitas gereja. “Jangan menganggap remeh kelompok-kelompok wanita di gereja – bergabunglah dengan mereka”.[25] Penipuan yang dihalalkan ini adalah bagian dari taqqiya.

Salah satu perwujudan taqqiya di Barat pada masa kini adalah penulisan ulang sejarah dan pengulangan gagasan “Islam adalah agama damai” secara terus-menerus layaknya sebuah mantra. Sejarah versi Muslim, seperti yang seringkali dikemukakan dalam buku-buku teks sekolah dan juga program-program televisi dan acara-acara eksibisi, di satu sisi berhasil menyingkirkan semua aspek negatif Islam seperti penaklukkan, perbudakan dan kerajaan Islam, dan di sisi lain mengemukakan bahwa semakin banyak orang menganut Islam. Ini sangat menggelikan. Dikatakan kepada orang-orang Barat bahwa Islam tiba di Australia pada abad ke-9 M[26] dan di Amerika Utara sebelum Christopher Columbus sampai di sana.[27] Dikatakan kepada mereka bahwa Napoleon Bonaparte adalah seorang Muslim, dan Offa adalah raja Saxon dari Mercia pada abad ke-8. Bahkan ditegaskan bahwa William Shakespeare menganut semacam mistisisme Islam.

Demikian pula pencapaian-pencapaian sejarah Islam dalam bidang seni dan sains adalah hal yang dilebih-lebihkan, sementara penindasan terhadap kelompok minortias non Muslim dan kaum wanita diminimalisir. Pesan yang ditekankan adalah peradaban Eropa sebenarnya didasarkan atas peradaban Islam. Kenyataan bahwa peradaban Islam itu sendiri sangat bergantung dari mempelajari budaya Yunani dan Hindu juga budaya-budaya lainnya diabaikan sama sekali, demikian pula fakta bahwa banyak orang di dalam dunia Muslim yang paling banyak berkontribusi dalam pencapaian-pencapaian peradaban “islami”, sesungguhnya adalah kaum dhimmi, yaitu orang-orang Yahudi dan Kristen yang tinggal di tengah orang Muslim.

Teologi Islam seringkali dikemukakan di Barat dalam cara sedemikian sehingga menyelubungi kesalahan-kesalahan Islam dan menyanjung kebajikan-kebajikannya. Ini dapat merupakan bagian dari dakwah atau semata-mata sebuah taktik untuk menciptakan citra indah dari kelompok minoritas Muslim di hadapan masyarakat mayoritas. Orang non Muslim cenderung bersikap rapuh terhadap propaganda seperti ini oleh karena kurangnya pengetahuan mereka mengenai Islam. Berikut ini adalah 4 kesalahan mengenai agama Islam yang seringkali terdengar di Barat:

· Kata “Islam” berarti “damai”. Faktanya, kata tersebut berarti “tunduk” (lihat hal.15).

· Islam adalah agama damai dan dalam Qur’an ada banyak ayat yang membuktikan hal ini. Memang ada banyak ayat bernada damai di dalam Qur’an, namun ayat-ayat itu telah dibatalkan oleh ayat-ayat bernada perang yang muncul kemudian. (Lihat hal.48). lebih jauh lagi, penting sekali diingat bahwa Qur’an bukanlah satu-satunya sumber hukum Islam. Hadith juga sangat penting, dan yang juga mencatat banyak teladan dan perkataan bernada perang. Jadi pertanyaan penting yang harus diajukan bukanlah “Apakah yang dikatakan oleh Qur’an?” melainkan “Apakah yang dikatakan oleh Syariah?” ini sangat berbeda dari situasi dalam kekristenan dimana Alkitab adalah satu-satunya sumber doktrin utama. Jadi argumen-argumen yang hanya berdasarkan pada Qur’an dapat menyesatkan; semuanya bergantung pada bagaimana Qur’an ditafsirkan dalam Islam ortodoks klasik.

· Qur’an mengatakan: “Jika engkau membunuh satu nyawa seakan-akan engkau telah membunuh seluruh umat manusia”. Kata-kata ini atau yang mirip, sering dikutip untuk membuktikan bahwa Islam adalah agama yang semata-mata damai belaka, adalah keliru dan salah kutip. Teks Qur’an yang sebenarnya berbunyi: Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya... (Sura 5:32). Ayat berikutnya memuat daftar penghukuman-penghukuman berat bagi mereka yang mengobarkan perang terhadap Allah dan Muhammad dan membuat “kesalahan” (atau dalam beberapa terjemahan “kerusakan”) di negeri. Penghukuman-penghukuman ini mencakup eksekusi, penyaliban dan amputasi. Makna ayat tersebut bergantung pada pengertian apa yang dimiliki mengenai “pembalasan atas pembunuhan” dan “kerusakan di negeri” yaitu pada apa yang membenarkan pembunuhan. Beberapa orang Muslim menafsirkan “kerusakan di negeri” sebagai sekularisme, demokrasi dan nilai-nilai non islami lainnya yang berlaku di negeri tertentu. Ada yang berpendapat bahwa “pembunuhan” termasuk pembunuhan orang-orang Muslim di Irak oleh pasukan Amerika atau Inggris. Ada yang terlampau jauh dengan berpendapat bahwa “perang terhadap terorisme” sebagai sebuah skema Yudeo-Kristen untuk menghancurkan Islam.

· Qur’an mengatakan: “Tidak ada paksaan dalam agama”, yang membuktikan bahwa ada kebebasan beragama sepenuhnya dalam Islam. Kutipan ini akurat (diambil dari Sura 2:256) tetapi penafsirannya sangat spesial untuk orang Barat. Penafsiran orang Muslim awam terhadap ayat ini adalah orang Muslim tidak akan dipaksa memenuhi semua kewajiban religius mereka, terserah mereka apakah mereka mau melakukannya atau tidak. Ayat ini sama sekali tidak berbicara mengenai kebebasan nurani, yang sangat dibatasi dalam Islam; orang Muslim tidak dibolehkan untuk meninggalkan keyakinannya. Bagaimanapun, ini adalah ayat yang datang mula-mula, sehingga banyak yang berpandangan bahwa ayat ini telah dibatalkan oleh ayat-ayat yang muncul kemudian.

Kutuk

Kadangkala doa-doa kutuk diucapkan terhadap orang Kristen (bahkan terlebih kepada orang Yahudi) pada sembahyang Jumat di mesjid-mesjid. Praktek mengutuki orang Kristen, Yahudi dan orang-orang kafir secara umum (yaitu orang non Muslim) berdasarkan ayat-ayat dalam Qur’an.

“Sesungguhnya orang-orang yang telah menyembunyikan apa yang Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati.”[28]

Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata: “Al-Masih itu putera Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?[29]

Juga berdasarkan teladan-teladan dalam hadith seperti:

...Rasul Allah kemudian mengatakan, “Kiranya Allah mengutuk orang Yahudi, karena Allah menjadikan lemak (binatang) haram bagi mereka, namun mereka melelehkan lemak itu dan menjualnya dan memakan uangnya”.[30]

Di ranjang ajalnya Rasul Allah menutupi wajahnya dengan sehelai kain dan apabila ia merasa panas, ia akan menyingkirkannya dari wajahnya. Dalam keadaan itu (meletakkan dan menyingkirkan kain) ia berkata, “Kiranya kutuk Allah ada pada orang Yahudi dan Kristen karena mereka membangun tempat-tempat ibadah di makam para nabi mereka”...[31]

Ada orang-orang Muslim yang merasa tidak nyaman dengan gagasan mengutuki orang non Muslim tanpa pandang bulu. Sebuah fatwa dikeluarkan oleh “sekelompok Mufti” pada 30 Oktober 2003 berkenaan dengan hal ini dan isinya mengatakan bahwa hanya diijinkan untuk mengutuki orang non Muslim yang sedang berperang dengan orang Muslim atau yang berusaha untuk mencelakakan mereka. Sebuah fatwa dari seorang sarjana di Universitas Al-Azhar, Kairo, yaitu pusat Islam Sunni, mengatakan bahwa doa-doa semacam itu adalah bagian dari jihad dan menolak penindasan atau ketidakadilan.[32]

Sebuah artikel edisi 10 Maret 2008 yang diterbitkan surat kabar harian yang pro pemerintahan Saudi yaitu Al-Jazirah juga menggambarkan betapa “hampir dalam semua ceramah, tidak terkecuali para imam, mengucapkan kutuk terhadap orang Yahudi dan Kristen, meminta Allah agar kami dapat mengalahkan mereka, menangkap para wanita mereka, dan menjarah harta milik mereka sebagai rampasan perang”.[33] Permohonan ini, seperti yang dikatakan oleh Fahd al-Hushani seorang penulis, “menganjurkan penghancuran negara secara keseluruhan, sekalipun di dalamnya ada orang-orang Muslim”.

Berikut ini adalah beberapa contoh doa kutuk:

Ya Allah, hancurkanlah orang kafir (yaitu orang non Muslim) yang berusaha mencegah orang dari mengikuti jalan-Mu, yang menyangkali Utusan-utusan-Mu dan yang tidak percaya kepada janji-Mu (Hari Penghakiman). Biarlah mereka terpecah-belah, isilah hati mereka dengan teror dan kirimlah murka dan penghukuman-Mu kepada mereka, ya Tuhan Kebenaran.[34]

Ya Allah, hancurkanlah orang Yahudi dan para pendukungnya dan orang-orang Kristen dan para pendukung dan pengikutnya. Ya Allah, hancurkanlah tanah yang dipijak mereka, masukkanlah takut dalam hati mereka, dan bekukan darah dalam nadi mereka. (dari Mesjid Agung di Sanaa, Yaman)

Ya Allah, hancurkanlah orang Yahudi dan para pendukung mereka, termasuk pasukan Perang Salib dan beberapa orang yang disebut Muslim (padahal bukan). Ya Allah gunakanlah kuasa-Mu atas mereka. (dari Mesjid Umar Bin-al-Khattab di Doha, Qatar)

Ya Allah, hancurkanlah orang Yahudi dan Amerika karena mereka ada dalam kuasa-Mu. Ya Allah, tunjukkanlah pada mereka hari yang gelap. Ya Allah, goncangkanlah tanah yang mereka pijak, lemahkanlah mereka, kibarkanlah bendera mereka setengah tiang, jatuhkanlah pesawat-pesawat mereka, dan tenggelamkan kapal-kapal mereka. (dari Mesjid Abu-Hanifah al-Nu’man di Bagdad, Irak)

Ya Allah, binasakanlah Amerika, orang Kristen dan para sekutu mereka. Ya Allah, hancurkanlah rumah-rumah mereka, jadikanlah para wanita dan anak-anak mereka janda dan yatim piatu! Ya Allah, hancurkanlah semua orang Yahudi dan Kristen (dari sebuah mesjid di sebuah negara Arab).[35]

Doa malam selama bulan Ramadan nampaknya adalah waktu doa-doa kutuk sering dinaikkan.[36] Orang-orang Kristen yang mendoakan orang Muslim secara khusus selama sebulan selama Ramadan harus mewaspadai dimensi spiritual ini. Sekurang-kurangnya mereka harus memastikan agar mereka berdoa bagi perlindungan diri mereka sendiri, untuk kesatuan umat kristiani dan agar diberi iman yang kuat, dengan mengingat bahwa kematian, kehancuran, perpecahan, dan takut adalah pokok doa utama dalam doa-doa kutuk.

Kutuk seringkali termasuk dalam doa-doa qunoot yang dinaikkan setelah doa pagi (sholat subuh) di mesjid apabila umma nampaknya sedang mengalami kesulitan, sebagai contoh bencana alam, wabah atau perang. Berikut ini adalah sebuah pola doa semacam itu:

Ya Allah, kiranya kutuk-Mu ada atas orang-orang yang tidak beriman yang mencegah orang untuk mengikuti jalan-Mu, yang menolak para nabi-Mu dan memerangi orang-orang pilihan-Mu. Ya Allah, persulitlah rencana-rencana mereka, goncangkanlah kaki mereka dan berikanlah penghukuman yang tidak terelakkan bagi orang yang berdosa.[37]

Keragaman dalam Islam

Kompleksitas Islam, dan keragaman opini di dalamnya, tidak boleh diabaikan begitu saja.

Perpecahan-perpecahan besar

Setelah kematian Muhammad pada tahun 632, secara berturut-turut ia digantikan oleh 4 orang sahabatnya yang sangat dipercayainya – Abu Bakr, Umar, Uthman dan Ali, sang “Khalif yang dituntun dengan benar”. Tiga kelompok besar dalam Islam lahir dari banyak ketidaksepakatan mengenai suksesi kepemimpinan umat.

Kelompok Sunni

Kelompok Sunni berpandangan bahwa siapapun yang cocok dari suku Muhammad yaitu orang Quraysh dapat diangkat sebagai Khalif. Kerajaan-kerajaan dan negara-negara Sunni telah mendominasi dunia Muslim di sepanjang sejarahnya dan orang-orang Sunni adalah mayoritas besar orang Muslim pada masa kini (setidaknya 80%).

Dalam dua abad terakhir Islam Sunni telah semakin didominasi oleh aliran Wahabian, yaitu sebuah gerakan puritan yang berasal dari jazirah Arab. Wahabian dipromosikan ke seluruh dunia dengan menggunakan kekuatan uang Saudi. Kaum Wahabian menolak semua manifestasi budaya seperti Islam abangan. Mereka menolak standar-standar mazhab Syariah dan perkembangan-perkembangan yang terjadi kemudian dalam Islam dan menuntut agar kembali pada model mula-mula yang diberikan Muhammad dan para sahabatnya, juga para pengikut mereka. Inilah tiga generasi pertama dalam Islam. Mereka membatasi otoritas religius hanya pada Qur’an dan hadith ditafsirkan secara harafiah.

Kelompok Syiah

Kelompok Syiah, yang pada masa kini kira-kira berjumlah 20% dari semua orang Muslim di dunia, meyakini bahwa hanya Ali, keponakan dan menantu Muhammad, dan keturunan laki-laki Ali adalah penerus Muhammad yang sah. Pengharapan mereka sirna ketika pemerintahan Ali berakhir dengan pembunuhan atas dirinya dan anaknya Hussein yang dibunuh saat berupaya untuk mendapatkan kembali kekhalifahan.

Islam Syiah lebih banyak menyentuh emosi daripada Islam Sunni; penyangkalan diri dan kemartiran sangat ditekankan.

Dewasa ini Syiah adalah kelompok mayoritas di Iran, Irak, Azerbaijan dan Bahrain. Sejumlah kelompok minoritas Syiah juga terdapat di Yaman, Lebanon, dan beberapa negara Teluk lainnya dan sub benua India. Islam Syiah telah terpecah menjadi banyak sekte termasuk kelompok Ismailiyah (yang pernah mendirikan kekaisaran Fatimid yang agung di Mesir, namun sekarang menjadi kelompok minoritas yang tersebar, yang dipimpin oleh Agha Khan). Di Turki ada sekelompok minoritas Syiah, kaum Alevis, yang menghormati Ali sebagai inkarnasi Allah.

Kelompok Khariji

Khariji adalah kelompok ketiga orang Muslim mula-mula, yang menolak klaim Sunni dan juga Syiah, dengan alasan bahwa posisi Khalif harus terbuka untuk orang Muslim manapun yang pantas, apapun suku dan keluarganya. Kelompok Khariji merupakan sumber konstan pemberontakan dan perang sipil terhadap Islam arus utama selama beberapa abad. Akhirnya mereka dihancurkan dan benar-benar dibinasakan sehingga hanya tersisa sangat sedikit orang, yang kini hidup damai di Oman dan Afrika Utara, dimana mereka disebut sebagai kaum Ibadi dan Mzabi.

Sufisme[38]

Ada banyak orang Muslim, baik Sunni maupun Syiah yang lapar akan realita spiritual batiniah. Mereka mendapatkan pemenuhannya dalam Sufisme, yaitu aliran mistik Islam, yang sangat memperhatikan ketulusan niat hati. Tujuan utama Sufisme adalah penyatuan mistik dengan Allah. Sufisme juga menekankan kekuatan doa syafaat orang-orang suci Muslim.

Beberapa hal penting dalam Sufisme adalah pengetahuan akan perintah-perintah Allah dan mengingat akan Dia (zikir) melalui ibadah-ibadah nyanyian (chanting) dan sebagainya. Tujuan zikir adalah pemurnian hati, menghasilkan kasih Allah di dalamnya dan kesadaran akan kebesaran-Nya dan juga damai, kepenuhan dan rasa kecukupan. Sufisme berfokus pada akhirat dan mencari restu ilahi, dan bukannya berkat materi dalam dunia sekarang ini. Sufisme menekankan baik disiplin batiniah maupun juga keselarasan dengan aturan islami berkenaan dengan tingakh-laku sosial. Sufisme dapat juga mencakup konsep “pejuang suci” dan Sufisme juga aktif dalam pemberontakan dan perselisihan militan, sebagai contoh, terhadap para majikan kolonial mereka. Sufisme bukanlah seperti yang seringkali dipikirkan orang sebagai “suatu cabang yang pasifis dalam Islam”.

Sufisme ditolak oleh kelompok Wahabian karena dianggap bukan Islam sejati; mereka berpandangan bahwa Sufisme secara teologis mencurigakan bahkan beberapa doktrinnya bersifat menghujat. Namun demikian, Sufisme adalah sejenis Islam yang menarik orang kulit putih Barat, bahkan ada yang kemudian memeluk Sufisme.

Islam abangan

Islam tidak hanya dibangun atas dasar pemikiran-pemikiran teologis dan lima rukun iman, tetapi juga dibarengi dengan budaya. Aspek budaya mencakup budaya Arab pra Islam demikian pula percampuran budaya dari berbagai bangsa yang menjadi Muslim seiring dengan perkembangan Islam.[39] Teks-teks Qur’an dan hadith mengenai kekuatan roh-roh jahat (terutama jin) dan aspek-aspek Sufisme adalah hal-hal yang secara bersamaan membentuk “Islam abangan”. Keyakinan ini tersebar luas di kalangan orang yang miskin dan tidak berpendidikan, namun berdampak pada semua tingkat dalam masyarakat Muslim, paralel dengan Islam ortodoks.

Islam abangan terutama memperhatikan penggunaan kekuatan spiritual untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan seperti kesembuhan dari sakit penyakit, pengusiran roh jahat dan perlindungan dari jin jahat. Banyak waktu dan energi yang dihabiskan dalam usaha untuk menguasai kekuatan spiritual, menggunakan jimat-jimat, membuat sumpah dan kutuk, menyebut nama Allah dan menempatkan ayat-ayat Qur’an di sekitar rumah atau badan seseorang, dan sebagainya. Allah diyakini sangat jauh dan tidak dapat dikenal, namun orang-orang suci Muslim dipandang sebagai pelindung nyata dari si jahat, yang menaikkan doa syafaat kepada Allah dan sumber kekuatan supranatural. Makam-makam mereka dan kuil-kuil mereka adalah tempat ziarah dan doa (misalnya makan para Wali Songo di Indonesia – red). Salah satu aspek yang penting dalam Islam abangan adalah penyanjungan Muhammad, yang dipandang sebagai pendoa syafaat yang berkuasa.[40]

Faktor-faktor lain

Sama seperti teologi suksesi kekhalifahan, ada pula faktor-faktor yang memecah-belah dunia Muslim. Etnisitas adalah salah satu faktor semacam itu, sebagaimana yang terlihat di Timur Tengah dimana orang Kurdi Sunni berperang dengan orang Turki Sunni dan Arab selama beberapa dekade, atau di Nigeria dimana etnis Muslim Yoruba merasa lebih loyal kepada Kristen Yoruba daripada terhadap etnis Muslim Hausa.

Di bagian-bagian lain dunia Islam, dimana struktur sosial lebih berpengaruh seperti di Pakistan, Yaman atau Oman, masyarakat dibagi-bagi berdasarkan stratifikasi kasta. Di banyak kelompok masyarakat di Afrika dan Asia, orang Muslim dan non Muslim sama-sama dibagi berdasarkan suku, klan atau kelompok kekerabatan. Namun demikian, yang dianggap ideal adalah Islam Arab karena wahyu final diturunkan kepada Muhammad, yang adalah seorang Arab, dan dicatat di surga dalam bahasa Arab.

Tren-tren kontemporer dalam Islam

Analisa lainnya membagi orang Muslim ke dalam tiga kategori luas yang merepresentasikan tren-tren kontemporer yang berbeda.

Kaum konservatif

Mayoritas besar dunia Muslim masuk dalam kategori ini. Mereka sangat tradisional dan ortodoks dalam soal keyakinan mereka, namun dapat sangat awam dalam praktek sehari-hari, tidak terlalu religius selain berpuasa pada bulan Ramadan dan sembahyang bila sempat saja. Seperti kebanyakan orang yang beragama lain, realita hidup sehari-hari seperti mengurus keluarga dan mencari pekerjaan lebih menyita perhatian mereka daripada perkara-perkara iman. Banyak yang hanya mempunyai sedikit pengetahuan mengenai Islam, namun pengetahuan yang hanya sedikit mereka miliki ini mereka pegang dengan keyakinan penuh. (kita dapat membandingkannya dengan Eropa pada abad pertengahan, dimana umumnya semua orang mempunyai keyakinan kekristenan yang kuat, namun bagi kebanyakan orang, itu bukanlah fokus perhatian mereka dalam hidup sehari-hari). Namun demikian, jika dikonfrontasi dengan situasi yang mengancam keyakinan mereka, banyak orang Muslim dalam kategori ini akan secara terang-terangan mengidentifikasi diri mereka pada posisi Islam konservatif. Dengan demikian, mereka tidak akan melibatkan diri dengan kekerasan namun akan sangat bersimpati bahkan memberi dukungan keuangan pada Osama bin Laden dan militan-militan lainnya yang mereka anggap sebagai pembela dunia Muslim dari para penekan Barat.

Dapat dikatakan bahwa kelompok ini tengah mengalami perubahan menjadi orang-orang yang lebih taat dan berbakti pada agama, suatu perubahan yang terlihat baik dalam konteks mayoritas Muslim dan dalam konteks minoritas Muslim. Lebih jauh lagi, kelompok ini secara perlahan mulai kehilangan anggotanya yang kemudian menjadi kaum radikal (para islamis) atau menjadi kaum liberal.

Kaum islamis

Ini adalah orang-orang Muslim yang aktif secara radikal, yang berdedikasi untuk mentransformasi masyarakat agar bersesuaian dengan Syariah. Mereka termasuk ke dalam kelompok Islam yang sangat ketat dan menerapkan secara harafiah semua aspek pengajaran Islam klasik termasuk ekspansi Dar al-Islam melalui perang militer. Kategori ini lebih kecil dari kaum konservatif namun mengalami pertumbuhan seiring dengan meningkatnya radikalisasi kaum konservatif.

Kaum islamis mempunyai agenda politik di negara-negara asal mereka demikian pula di Barat, dengan strategi-strategi jangka panjang untuk mengislamkan dunia. Beberapa islamis bersedia menggunakan “metode-metode demokrasi” dalam proses menjadikan negara demokrasi sebagai negara Islam. Kaum islamis lainnya bersedia terlibat dalam teror sebagai sarana untuk mengintimidasi dan menaklukkan.

Kaum liberal

Ini adalah kelompok yang sangat minoritas dan jumlahnya jauh lebih kecil daripada kelompok radikal. Orang Muslim dalam kategori ini telah mengadaptasi keyakinan mereka agar bersesuaian dengan modernitas. Umumnya mereka adalah orang-orang yang berpendidikan baik dan seringkali tinggal atau pernah tinggal di Barat. Mereka tidak keberatan menerima pemahaman-pemahaman Barat mengenai konsep hak azasi manusia, demokrasi, kesetaraan dan kebebasan berpikir dan berbicara, pemisahan negara dengan agama, dan bersedia terlibat dalam mengkritik keyakinan mereka sendiri, budaya dan komunitas, guna mendukung konsep-konsep ini. Jika para islamis meyakini bahwa dunia modern harus menyesuaikan diri dengan Islam, kaum modernis meyakini bahwa Islamlah yang harus menyesuaikan diri dengan dunia modern. Beberapa intelektual golongan liberal ini menjadi sasaran tekanan besar dan ancaman dari orang-orang Muslim lainnya yang berusaha membuat mereka mengubah posisi mereka. (lihat halaman 68-69 untuk melihat beberapa contoh mengenai hal ini)

Kebanyak kaum liberal tidak terlalu taat beragama, bahkan banyak yang sangat sekuler sehingga keimanan mereka hanya sedikit dan lebih tepat dapat dikatakan agnostik. Mereka semakin “memprivatisasi” iman mereka dan memisahkan diri dari praktek-praktek formal Islam klasik dan juga masa lalu Islam. Bahkan ada yang menolak Islam sama sekali dan menganut keyakinan seperti Ateisme sementara tetap dikenal sebagai seorang Muslim.

Ada juga orang Muslim yang dari luar kelihatannya liberal namun teologinya konservatif. Orang Muslim semacam ini mempunyai pengaruh pada komunitas Muslim yang lebih luas selama periode kolonial dan post kolonial. (contoh yang sangat terkenal adalah Muhammad Ali Jinnah, pendiri Pakistan). Namun demikian, belum lama ini, dengan adanya pertambahan pengaruh para islamis, pengaruh mereka mulai pudar. Posisi ini dapat diklasifikasikan sebagai “moderat”, walaupun itu adalah istilah yang sangat membingungkan yang digunakan untuk meliput banyak kelompok yang berbeda. Pertanyaan penting untuk kaum Muslim liberal senantiasa adalah sejauh mana mereka menerima nilai-nilai sekuler Barat, terutama pemisahan negara dan agama, nilai seorang individu, kebebasan memilih dan kebebasan nurani.

Memahami apa yang terjadi dalam dunia Muslim dewasa ini

Periode kolonial Eropa mendatangkan efek negatif pada budaya dan pemikiran Islam. Peradaban tinggi yang pernah dimiliki dunia Islam jelas telah ditaklukkan dan dilampaui oleh orang-orang Kristen Eropa dalam banyak bidang, dan hal ini mengakibatkan adanya penerimaan dan penerapan sejumlah besar gagasan dan konsep Barat. Dengan demikian dalam tahun-tahun sesudah masa kolonial, negara-negara yang muncul di dunia Islam umumnya merupakan negara-negara bergaya bangsa Barat dengan konstitusi dan legislasi yang berdasarkan Barat.

Namun demikian, sejak tahun 1970-an hal ini mulai berubah dengan sangat cepat. Banyak pemimpin Muslim, para reformis dan kaum intelektual yang merasa bahwa gagasan-gagasan pinjaman seperti nasionalisme, sosialisme, komunisme dan kapitalisme tidak sesuai dengan dunia Muslim. Mereka semakin menolak Barat, kembali kepada aplikasi-aplikasi tradisional dan harafiah pengajaran-pengajaan Islam, dan mencari jawaban dalam tradisi religius dan sejarah mereka sendiri. Berbagai katalis seperti investasi keuangan besar-besaran oleh Arab Saudi dan negara-negara Teluk yang kaya minyak lainnya dalam mempromosikan Islam, revolusi Iran pada tahun 1979, jihad di Afghanistan selama tahun 1980-an dan perang-perang yang terjadi belum lama ini di tahun-tahun pertama abad 21 di Afghanistan dan Irak, telah mengakselerasi proses ini. Sebuah kebangkitan dan perubahan sedang terjadi dalam Islam dewasa ini, yang akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap masa depan seluruh dunia.



[1] Understanding Islam and the Muslims (The Islamic Affairs Department, The Embassy of Saudi Arabia, Washington DC, 1989)

[2] All the sources on Muhammad’s life are Muslim and none of them was written earlier than 150 years after his death.

[3] Islam: The Essentials (Markfield, UK: The Islamic Foundation, 1974)

[4] Understanding Islam and the Muslims (The Islamic Affairs Department, The Embassy of Saudi Arabia, Washington DC, 1989)

[5] The Arabic term rasul can be translated apostle, prophet or messenger.

[6] Laleh Bakhtiar, Encyclopedia of Islamic Law: A Compendium of Major Schools (Chicago, ABC International Group, 1996) p.241

[7]Muhammad Taqi-ud-Din Al-Hilali and Muhammad Muhsin Khan, Interpretation of the Meanings of the Noble Qur’an in the English Language: A Summarized Version of At-Tabari, Al-Qurtabi and Ibn Kathir with comments from Sahih Al-Bukhari Summarized in One Volume 15th revised edition (Riyadh: Darussalam, 1996) p.824

[8] Abul A’la Mawdudi, Towards Understanding Islam (Birmingham: U.K.I.M. Dawah Centre, 1980) p.73

[9] As above p.73

[10] Interpretation of the meaning of the Noble Qur’an in the English Language (translated by Al-Hilali and Khan) p.809

[11] As above p.47

[12] For details of this and the Islamic sources, see Patrick Sookhdeo, Global Jihad: The Future in the Face of Militant Islam (McLean, VA: Isaac Publishing, 2007)

[13] Khurram Murad, Shariah: The Way of Justice (Leicester, The Islamic Foundation 1981) p.6

[14] Abul A’la Mawdudi, Witnesses Unto Mankind translated by Khurram Murad (Birmingham, U.K.I.M, 1986) pp.2-3

[15] “Muslim Brotherhood Strategy for North America: An Explanatory Memorandum on the General Strategic Goal for the Group in North America,” http://www.txnd.uscourts.gov/ pdf/Notablecases/holyland/07-30-07/0030085.pdf (viewed August 28, 2007)

[16] Sura 61, verse 6

[17] There are a number of useful works on Islamic spirituality to which the reader is referred for a more detailed survey than is possible here. For example Constance E. Padwick Muslim Devotions: a Study of Prayer-Manuals in Common Use (London: SPCK, 1961); Seyyed Hossein Nasr Islamic Art and Spirituality (Ipswich: Golgonoosa Press, 1987); Thomas McElwain, a convert to Islam also called Ali Hayder Spirituality: Christian and Islamic parallels (London: BookExtra, 2001)

[18] Quoted by Andrew Carey in “Islam’s confused identity,” The Church of England Newspaper, August 28, 2003

[19] Charles Moore, “But, Archbishop, this is the bleak mid-winter for many Christians,” The Daily Telegraph, December 10, 2005

[20] Muhammad Taqi-ud-Din Al-Hilali and Muhammad Muhsin Khan Interpretation of the Meanings of the Noble Qur’an in the English Language: A Summarized Version of At-Tabari, Al-Qurtabi and Ibn Kathir with comments from Sahih Al-Bukhari Summarized in One Volume 15th revised edition (Riyadh: Darussalam, 1996). Different translation of the Qur’an can vary slightly in the numbering of the verses. If using another translation it may be necessary to look in the verses preceding or following this reference to find the same text. All quotation from the Qur’an in this book are taken from this widely distributed translation.

[21] As above p.47

[22] Quoted by Andrew Carey in “Islam’s confused identity,” The Church of England Newspaper, August 28, 2003

[23] “British imam praises London Tube bombers, “The Sunday Times, February 12, 2006

[24] Speaking on “A Question of Leadeship”, Panorama, BBC 1, August 21, 2005

[25] Reported by Roz Rothstein and Roberta Seid, “Terror Comes to Georgetown,” FrontPageMagazine.com February 22, 2006 http://frontpagemag.com/Articles/ReadArticle.asp?ID=21405 (viewed 24 february 2006)

[26] Islam in Brisbane, issued by Brisbane City Council (2004), p.3

[27] George Archibald, “Textbook on Arabs Removes Blunder,” The Washington Times, April 16, 2004

[28] Sura 2, verse 159

[29] Sura 9, verse 30

[30] Sahih Al-Bukhari Hadith 3.438, narrated by Jabir bin Abdullah

[31] Sahih Al-Bukhari Hadith 4.660, narrated by Aisha and Ibn Abbas

[32] http://www.islamonline.net/servlet/Satellite?pagename=IslamOnline-English-Ask_Scholar/ FatwaE/FatwaE&cid=1119503545224 (viewed January 17, 2006)

[33] Fahd al-Hushani, “[on the Imam’] Supplication Against Jews, Christians”, Al-Jazirah March

10, 2008; translated by Mideastwire

[34] “Night Prayer During Ramadhan (Al-Qiyaam or Taraweeh)” issued by Khalid bin alWalid Mosque, Toronto, Canada http://www.khalidmosque.com/en/moduled.php?op=modload&name=Sections&file=index&req=viewarticle&artid=130&page=1 (viewed January 17, 2006)

[35] Islam Online – fatwa, Date of Reply, October 30, 2003

http://www.islamonline.net/servlet/Satellite?pagename=IslamOnline-English-Ask_Scholar/FatwaE/FatwaE&cid=1119503545224 (viewed January 17, 2006)

[36] See for example no. 17 in instruction for “Night Prayer during Ramadan” from the Khalid Bin Al-Walid Mosque, Toronto

http://www.khalidmosque.com/en/moduled.php?op=modload&name=Sections&file=index&req=viewarticle&artid=130&page=1 (viewed January 17, 2006)

[37]“Qunoot-E-Naazilah” http://www.communities.ninemsn.com.au/AMHCY/howtopray.msnw? action=get_message&mview=0&ID_Message=592&LastModified=4675414837075584617 (viewed January 17, 2006). Jamiatul Ulama (Kwa Zulu Natal) Council of Muslim Theologians, issued by Al Jamiat Publications, Durban, South Africa http://www.jamiat.org.za/qunoot.html (viewed january 17, 2006)

[38] An excellent work on Sufism is P. Lewis, Pirs, Shrines and Pakistani Islam (Rawalpindi, Christian Study Centre, 1985)

[39] Bill Musk The Unseen Face of Islam (Eastbourne, MARC, 1989) pp.229-231

[40] As above pp.231-236

No comments:

Post a Comment